Senin, 25 Juni 2012

Pentingnya IMUNISASI Bagi Si Buah Hati



Apakah Imunisasi itu?
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak.

Apakah tujuan dan gunanya?
Tujuan dan guna imunisasi adalah untuk melindungi dan mencegah terhadap penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak.

Penyakit-penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan imunisasi?
Penyakit yang dapat dicegah terutama pada bayi dan anak adalah :
  1. Tuberkolosis (TBC)
  2. Difteri
  3. Pertusis (Batuk rejan/batuk 100 hari)
  4. Tetanus
  5. Poliomielitis
  6. Campak
  7. Penyakit radang hati (Hepatitis B)
  8. Penyakit Gondongan (Mump)
  9. Penyakit Campak Jerman (Rubella)
  10. Penyakit Tifus

Siapa saja yang perlu mendapat imunisasi ?
  1. Semua orang terutama bayi dan anak sejak lahir memerlukan imunisasi untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit berbahaya.
  2. Semua orang yang kontak (berhubungan) dengan penderita penyakit menular tersebut di atas.

JADWAL IMUNISASI DASAR
Berikut ini adalah jadwal imunisasi dasar yang dapat dijadikan pedoman. Jadwal ini merupakan jadwal terbaru yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2009.
Umur
Jenis Imunisasi
0-7 hari
HB 0
1 bulan
BCG, Polio 1
2 bulan
DPT/HB 1, Polio 2
3 bulan
DPT/HB 2, Polio 3
4 bulan
DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan
Campak
Keterangan:
HB 0 = Hepatitis B yang pertama
HB 1 = Hepatitis B yang kedua
HB 2 = Hepatitis B yang ketiga, dst.

KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)
KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang, atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin, yang antara lain berupa efek farmakologi (sifat obat), efek samping, interaksi obat, intoleransi, dan reaksi alergi.
Reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur yang terkandung di dalam vaksin (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan. Sehingga, bila prosedur dan teknik pelaksanaan benar, maka resiko terjadinya KIPI lebih rendah dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

BEBERAPA PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN ORANGTUA
  • Mengapa jadwal imunisasi di beberapa praktek dokter, klinik atau rumah sakit berbeda-beda ?
Perbedaan jadwal imunisasi pada kurun waktu yang berbeda di beberapa praktek dokter antara lain karena sumber rujukan yang berbeda, adanya pergeseran epidemiologi (pola penyebaran) penyakit tertentu, adanya modifikasi untuk memudahkan orangtua, atau pertimbangan khusus berdasarkan keadaan bayi dan anak pada saat itu. Apabila diamati lebih teliti, jadwal yang seolah berbeda-beda tersebut umunya masih berada rentang umur jadwal yang dianjurkan oleh Program Pengembangan Imunisasi (PPI – Depkes) maupun Satgas Imunisasi PP IDAI.
  • Jadwal Imunisasi mana yang terbaik ?
Sesuai dengan jawaban di atas, maka jadwal yang terbaik adalah yang masih masuk di dalam rentang umur Jadwal Imunisasi PPI Depkes maupun PPI Depkes maupun Rekomendasi Satgas Imunisasi PP IDAI (Bab III Jadwal Imunisasi). Namun harus dipertimbangkan pula keadaan dan riwayat bayi/anak yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi, serta permintaan orangtua (misalnya vaksinasi varilrix sebelum umur 10 tahun). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dokter dapat melakukan penyesuaian untuk kepentingan bayi / anak, disertai penjelasan kepada orangtua.
  • Jika pada saat balita sudah diimunisasi lengkap, apakah di sekolah perlu diimunisasi lagi ? Mengapa perlu ?
Imunisasi yang perlu diberikan ulangan pada sekolah pada sekolah dasar (SD) yaitu, imunisasi campak dan DT (saat kelas 1), dan TT (saat kelas 2, 3 dan 6). Karena banyak anak yang sudah divaksinasi waktu bayi ternyata pada umur 5-7 tahun 28,3% di antaranya masih terkena campak. Pada umur >10 tahun masih dijumpai kasus difteria. Untuk pemberantasan tetanus, setidaknya dibutuhkan 5 kali suntikan tetanus toksoid (TT) sejak bayi sampai dewasa, sehingga kekebalan pada umur dewasa bisa berlangsung hingga sekitar 20 tahun lagi.
  • Bayi / Anak sedang pilek batuk bolehkah diimunisasi ?
Boleh. Batuk pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1 – 2 minggu kemudian.
  • Jika sedang minum antibiotik bolehkah diimunisasi ?
Boleh, karena antibiotik tidak mengganggu potensi vaksin. Perlu dipertimbangkan apabila bayi / anak menderita penyakit atau keadaan tertentu sesuai pedoman umum vaksinasi.
  • Jika sedang minum obat lain apakah boleh diimunisasi ?
Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg/kgbb/hari, dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.
  • Sesudah diimunisasi apakah pasti tidak akan tertular penyakit tersebut ?
Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100 persen. Bayi atau anak yang telah diimunisasi, walaupun kemungkinannya sangat kecil, masih dapat tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa disembuhkan jauh lebih besar.
  • Apakah jadwal imunisasi untuk bayi prematur harus ditunda ?
Ya, vaksin polio sebaiknya diberikan sesudah bayi prematur berumur 2 bulan atau berat badan sudah > 2000 gram, demikian pula DPT, hepatitis B dan Hib.
  • Apabila jarak antar imunisasi labih lama dari jarak yang dianjurkan, apakah vaksinasi perlu diulang ?
Tidak pelu diulang, karena sistem imunisasi tubuh dapat “mengingat” rangsangan vaksin terdahulu. Lanjutkan dengan vaksinasi yang belum diberikan dengan jarak sesuai anjuran.
  • Apabila anak diberi beberapa jenis vaksin sekaligus apakah tidak berbahaya ?
Tidak berbahaya, asalkan imunisasi dilakukan di bagian tubuh yang berbeda (misalnya paha / lengan kiri dan kanan), menggunakan alat suntik yang berlainan dan memperhatikan ketentuan umum tentang pemberian vaksin.
  • Beberapa dokter menyuntikkan vaksin di tempat yang berbeda walaupun vaksinnya sama. Apakah ada perbedaan kekebalan ? (Misalnya penyuntikan vaksin BCG ada yang di lengan atau pinggul, campak, hepatitis B, Hib, DPT di lengan atau paha)
Pemilihan tempat penyuntikan vaksin berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain tebal otot atau lemak, untuk mendapatkan kekebalan optimal, cedera yang minimal pada jaringan, pembuluh darah, saraf di sekitarnya, memperkecil kemungkinan rasa tidak nyaman pada bayi dan anak akibat gerakan, sentuhan, terutama apabila bayi sudah dapat berjalan, dan bayi dan anak akibat gerakan, sentuhan, terutama apabila bayi sudah dapat berjalan, dan pertimbangan estetis. Perbedaan tempat penyuntikan tidak menimbulkan perbedaan kekebalan, asalkan kedalaman penusukan jarum atau jaringan yang disuntik vaksin sesuai dengan ketentuan untuk setiap jenis vaksin. Khusus untuk BCG sudah ada kesepakatan diberikan pada lengan kanan atas.
  • Jika pada imunisasi terdahulu timbul kejadian ikutan pasca imunisasi, bagaimana jadwal vaksinasi selanjutnya ?
Jika kejadian ikutan pasca imunisasi hanya ringan, vaksinasi berikutnya sesuai jadwal, tetapi jika berat sebaiknya dosis berikutnya tidak dilanjutkan. Jika kejadian ikutan pasca imunisasi DPT cukup berat, dosis berikutnya menggunakan vaksin DT.
  • Apakah dibenarkan mengurangi dosis menjadi setengahnya atau menjadi dosis terbagi (split doses) ?
Pengurangan dosis menjadi setengahnya, atau membagi dosis sangat tidak dibenarkan.
  • Apabila bayi / anak sudah pernah sakit campak, rubela atau batuk rejan bolehkah diimunisasi untuk penyakit-penyakit tersebut? Apakah justru indikasi kontra ?
Boleh, walaupun ada riwayat pernah menderita penyakit tersebut vaksinasi tidaklah berbahaya. Vaksinasi bayi / anak dengan riwayat pernah sakit campak akan meningkatkan kekebalan dan tidak menimbulkan risiko. Diagnosis campak dan rubella tanpa konfirmasi laboratorium sangat tidak dapat dipercaya. Anak dengan riwayat pernah sakit tersebut sebaiknya tetap diberikan MMR.
  • Apakah anak yang menderita epilepsi bolehkah diimunisasi ?
Kelainan neurologik (berkaitan dengan saraf) yang stabil dan riwayat kejang atau epilepsi di dalam keluarga bukanlah indikasi kontra untuk memberikan vaksinasi DPT. Orangtua atau pengasuh harus diingatkan bahwa sesudah vaksinasi dapat timbul demam, oleh karena itu dianjurkan untuk segera memberikan obat penurun panas. Harus diingatkan pula bahwa demam pasca vaksinasi campak timbul 5 – 10 hari setelah imunisasi.
  • Apakah anak yang menderita alergi boleh diimunisasi ?
Pasien asma, eksim dan pilek boleh diimunisasi. Tetapi kita harus sangat berhati-hati jika anak alergi berat terhadap telur. Jika riwayat reaksi anafilaktik (alergi berat) terhadap telur (dengan tanda-tanda sbb.: urtikaria/kaligata luas, pembengkakan mulut atau tenggorok, kesulitan bernafas, mengi/nafas berbuyi, penurunan tekanan darah atau syok/keadaan tidak sadar akibat tekanan darah terlalu rendah) merupakan indikasi kontra untuk vaksin influenza, demam kuning dan demam Q. Sedangkan untuk vaksin MMR karena kejadian reaksi anafilaktik sangat jarang, masih boleh diberikan dengan pengawasan.

MITOS SEPUTAR IMUNISASI
Kabar burung seputar imunisasi banyak berseliweran, tapi rata-rata masyarakat mempercayai begitu saja kabar tersebut tanpa mencari tahu kebenarannya. Kadang-kadang akibat mitos yang beredar di masyarakat banyak orangtua yang tidak memberikan anaknya imunisasi, karena takut anaknya terkena autis atau sakit setelah melakukan suatu imunisasi. Berikut beberapa mitos seputar imunisasi :
1. Vaksin MMR (measles, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, di mana hampir bersamaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak
Sampai saat ini belum ada bukti yang mendukung bahwa imunisasi (jenis imunisasi apapun) dapat menyebabkan autisme. Baik Badan Kesehatan Dunia (WHO) maupun Departemen Kesehatan & Kesos RI tetap merekomendasikan pemberian semua imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan.
2. Terlalu banyak vaksin akan membebani sistem imun.
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respons terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setiap hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.
3. Tidak boleh memberikan ASI sesudah vaksin polio.
Anak yang diberikan vaksin polio boleh langsung diberikan ASI. ASI yang diproduksi dalam 1 minggu pertama (kolostrum) terdapat antibodi dengan titer tinggi yang dapat mengikat vaksin polio oral.
Bagaimana jika bayi memuntahkan vaksin polio ?
Jika muntah terjadi sebelum 10 menit, segera berikan lagi vaksin polio dengan dosis sama. Jika muntah berulang, berikan lagi pada keesokan harinya.
4. Anak sakit flu tidak boleh diimunisasi.
Jika anak hanya sakit flu yang ringan maka boleh saja dilakukan imunisasi, asalkan anak tidak demam dan tidak rewel. Jika bayi sangat rewel maka tunda melakukan imunisasi 1 hingga 2 minggu.
5. Lebih baik memberi natural infeksi dibanding dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.


Imunisasi sangat penting sebagai pencegahan terhadap penyakit yang belum ada obatnya, penyakit mematikan atau dapat menimbulkan kecacatan serta melibatkan orang banyak. Selain itu imunisasi juga berguna untuk melindungi anak, menurunkan kejadian penyakt menular di masyarakat serta menjaga keluarga dan anak-anak tetap sehat.
Anda jangan langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter anak Anda.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar