Kejadian 
gagal jantung
 pada kehamilan, telah dikenal sejak pertengahan abab 19. Tapi istilah 
kadiomiopati baru mulai dbicarakan sekitar 1930-an. Pada tahun 1971, 
Demakin dan kawan-kawan menemukan pada 27 wanita yang sedang dalam masa 
nifas menunjukkan kardiomegali, gambaran kardiomegali abnormal dan gagal
 jantung kongestif. Kondisi ini kemudian disebut 
kardiomiopati peripartum.
 
Kardiomiopati peripartum merupakan suatu kardiomiopati dilatasi dengan 
etiologi yang tidak diketahui. Kondisi ini didefinisikan sebagai :
- Berkembangnya gagal jantung di bulan terakhir masa kehamilan atau dalam 5 bulan setelah kelahiran.
 
- Tidak adanya penyebab gagal jantung.
 
- Tidak adanya gagal jantung sebelum satu bulan terakhir kehamilan.
 
- Terdokumentasi adanya disfungsi sistolik
 
Kardiomiopati peripartum
 relative jarang, tetapi dapat mengancam jiwa penderita. Di negara maju 
seperti Amerika Serikat (AS), diperkirakan kondisi ini terjadi pada 1 
dari setiap 2.289 kelahiran hidup. Keadaan ini lebih sering mengenai 
wanita Afrika Amerika. Angka kejadian pastinya sangat bervariasi. Angka 
tertinggi ditemukan di Haiti dengan kejadian 1 dari 300 kelahiran hidup 
atau 10x lebih tinggi dari AS.
 
 
Kardiomiopati peripartum lebih sering ditemukan pada wanita multipara. Kondisi ini dilaporkan lebih sering 
pada wanita yang hamil
 anak kembar dan pada wanita dengan preeklamsia. Tapi kedua kondisi ini 
berhubungan  dengan tekanan onkotik serum yang lebih rendah, yang dapat 
menjadi faktor predisposisi edema paru non kardiogenik pada wanita 
dengan stressor lain.
 
 
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk penyakit miokardial primer idiopatik, yang 
berhubungan dengan kehamilan.
 Beberapa mekanisme etiolog telah diajukan. Tetapi tidak satupun yang 
dapat menjelaskan dengan pasti bagaimana penyakit ini bisa muncul.
 
 
Beberapa kaadaan yang diperkirakan dapat menjadi penyebab, atau mekanisme terjadinya kardiomiopati peripartum, antara lain :
 
- Miokarditis: Melvin dan kawan-kawan membuktikan adanya miokarditis dengan melakukan biopsi endomiokardial, pada pasien dengan kardiomiopati peripartum.
 Dikatakan bahwa hipotesa menurunnya sistim kekebalan selama hamil, 
dapat meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan untuk terjadinya 
miokarditis meningkat. Infeksi virus yang bersifat kardiotropik.
 
- Aportosis dan inflamasi.
 
- Respon abnormal hemodinamik pada 
kehamilan: perubahan heodinamik selama kehamilan dengan meningkatnya 
volume darah dan curah jantung, serta menurunnya afterload. Sehingga, 
respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya 
hipertrofi sesaat.
 
- Faktor-faktor penyebab lain: efek 
tokolisis yang lama, kardiomiopati dilatasi idiopatik, abnormalitas dari
 relaxine, defisiensi selenium dan sebagainya.
 
- Laporan kasus dan pengalaman 
menunjukkan adanya ejeksi fraksi yang rendah, yaitu sekitar 10-15% pada 
pasien dengan preeklamsia berat. Normalisasi ekokardiogram baru bisa 
dicapai dalam 3-6 bulan. Preeklamsia termasuk faktor risiko, tetapi pada
 beberapa kasus kondisi ini justru bisa menjadi penyebab. Edema paru non
 kardiogenik memiliki banyak penyebab yang juga harus dipertimbangkan.
 
- Sebuah penelitian tahun 2005 menemukan,
 8 dari 26 pasien yang terinfeksi parvovirus B19, virus herpes manusia 
6, virus Epstein-Barr dan sitomegalovirus terdeteksi setelah analisa 
molekuler spesimen biopsi miokardial.
 
- Otoantibodi terhadap protein miokardial
 telah teridentifikasi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum, 
tetapi tidak pada pasien dengan kardiomiopati idiopatik.
 
 
- Multiparitas.
 
- Usia maternal yang sudah lanjut (walau 
penyakit ini dapat mengenai semua usia, insiden meningkat pada wanita 
berusia>30 tahun).
 
- Kehamilan multiofetal.
 
- Preeklamsia
 
- Hipertensi gestasional.
 
- Ras Afrika-Amerika.
 
Mortalitas dan Morbiditas
 
Angka mortalitas dari berbagai penelitian berskala kecil, berkisar 
7-50%. Setengah kematian terjadi dalam 3 bulan setelah kelahiran. 
Penyebab terbanyak adalah 
gagal jantung progresif, aritmia atau tromboembolisme. Angka kematian yang dihubungkan dengan kejadian embolik, dilaporkan sebanyak 30%.
 
 
Dalam keadaan akut, hipoksia 
pada ibu hamil
 dapat menyebabkan tekanan pada janin. Sementara thromoembolik bisa 
mempersulit kardiomiopati peripartum, karena dapat menyebabkan kondisi 
hiperkoagulabilitas pada kehamilan. Aliran darah yang rendah dapat 
memicu thrombosis vena, atau terjadi embolisme arterial akibat ventrikel
 kiri yang terdilatasi berat.
 
 
Ketika seorang wanita hamil terdiagnosa menderita kardiomiopati 
peripartum, berikan antikoagulasi antepartum dengan heparin subkutan. 
Lanjutkan sampai 6 minggu setelah kelahiran. Untuk beberapa alasan, 
unfractionated heparin memberikam lebih banyak manfaat, dibanding low molecular weight heparin selama periode antepartum.
 
Pada kehamilan normal, dispnea ringan adalah hal yang wajar. Banyak 
gejala yang dialami pasien penyakit jantung, juga dialami pasien dengan 
kehamilan hormal. Dispnea, pusing, orthopnea dan penurunan kapasitas 
kemampuan fisik, merupakan gejala normal yang terjadi pada wanita hamil.
 
Pada penderita kardiomiopati peripartum, gejala-gejalanya sama pada 
pasien dengan disfungsi sistolik yang tidak hamil. Perlu dilakukan 
evaluasi lebih jauh, pada orang dengan gejala-gejala berikut: batuk, 
orthopnea, dispnea nokturnal paroksismal, kelelahan, palpitasi, 
hemoptisis, nyeri dada dan nyeri pada perut.
 
Pada kehamilan normal, karena ada peningkatan progestin endogen, volume 
tidal respirasi meningkat dan pasien memiliki kecenderungan mengalami 
hiperventilasi. Meski demikian, kecepatan repirasi seharusnya masih 
normal. Kehamilan normal ditandai penurunan gelombang X dan Y yang 
berlebihan pada vena di leher. Tetapi tekanan vena di leher seharusnya 
juga masih dalam kondisi normal.
 
Jika dilakukan auscultation pada jantung, akan terlihat suatu 
murmur ejeksi sistolik di sudut sterna kiri bagian bawah, di atas daerah
 paru pada 96% wanita. Murmur aliran arterial paru ini cenderung lebih 
tenang, saat inspirasi. Murmur diastolik butuh evaluasi lebih jauh S1 
mungkin berlebihan dan pemisahan S2 mungkin lebih menonjol karena 
peningkatan aliran darah di sisi sebelah kanan. Sedangkan S3 merupakan 
temuan normal pada kehamilan.
 
Edema peripheral terjadi pada sepertiga wanita hamil sehat. Meski 
begitu, waspadai perubahan secara tiba-tiba berupa pembengkakan di akhir
 masa kehamilan, yang memungkin tidak normal dan harus diselidiki lebih 
jauh.
 
Pada wanita dengan kardiomiopati peripartum. tanda-tanda gagal jantung 
sama dengan pasien yang mengalami disfungsi sistolik yang tidak hamil. 
Mereka umumnya mengalami takikardi dan pernurunan oksimetri denyut. 
Tekanan darah normal. 
 
Temuan fisik kardiomiopati peripartum, meliputi peningkatan tekanan vena
 leher, kardiomegali, suara jantung ketiga, komponen pulmonik suara 
jantung kedua yang keras, regurgitasi mitral dan atau tricuspid, pulmonary arles, pemburukan edema peripheral, aritmia, fonemena embolik dan hepatomegali.
 
Preeklamsia seharusnya bisa disingkirkan, berdasar riwayat kesehatan, 
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah. Pada riwayat kesehatan, 
penderita mengalami sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdominal 
sisi bagian kanan dan pembengkakan tangan atau wajah.
 
Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan vasospasma retina, terdengar S4 saat dilakukan auscultation pada jantung, hiperrefleksia/klonus, kekakuan pada quadran bagian atas kanan dan terdapat edema di wajah atau tangan.
Pemeriksaan laboratorium akan ditemukan abnormalitas pada kadar serum 
kreatinin, yang meningkat lebih dari 0,8 mg/dL, kadar hemoglogin lebih 
dari 13 g/dL (karena ada kebocoran kapiler dan hemokonsentrasi) 
peningkatan kadar enzim lever, trombositopenia, hasil urin dipstick test
 mengindikasikan lebih dari "1+" protein, penurunan kliren kreatinin 
urin 24 jam (normal 150% di atas kadar wanita tidak hamil atau mendekati
 150 mL/min), dan proteinuria lebih dari 300 mg.
Pemeriksaan urin: Trace atau proteinuria 1+ bisa normal. 
Proteinuria 2+ atau lebih tinggi menunjukkan preeklamsia. Kesampingkan 
infeksi. Kultur urin bisa membantu mengesampingkan infeksi. Ukur 
oksimetri denyut.uji serologis, bisa mengesampingkan penyebab lain 
kardiomiopati, termasuk infeksi (misalnya viorus, rickettsial, HIV, syphilis, Chagas disease, diphtheria toxin). Kesampingkan etologi toksin, seperti alkohol dan kokain.
Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi (EKG)
Perubahan normal pada pembacaan EKG yang muncul selama kehamilan, mencakup sinus takikardi,
 pergesaran axis QRS ke kiri atau ke kanan dan denyut prematur atrium 
dan ventrikel. Denyut prematur atrium dan ventrikel, sinus aritmia, sinus arrest dengan irama nodal escape, wandering atrial pace maker dan paroksismal supraventrikular takikardi, umumnya tidak terjadi selama proses melahirkan.
ST segment elevasi, depresi, atau perubahan amplitudo gelombang P.QRS, 
atau T harus diinterpretasikan secara hati-hati. Beberapa ahli 
melaporkan, hal ini tidak menjadi masalah. Dengan tidak adanya gejala, 
banyak perubahan EKG yang tidak spesifik ini tidak membutuhkan evaluasi 
lebih lanjut. EKG lebih berguna untuk mendiagnosa aritmia dari pada 
untuk menggambarkan kelainan struktural.
Ekokardiografi
Ekokardiografi (m-mode, two-dimensional, Doppler) merupakan tes 
diagnostik non invasif yang terpilih pada kehamilan dan tidak 
menimbulkan bahaya terhadap janin. Prosedur ini menyediakan informasi 
mengenai cadangan kardiovaskular, termasuk diagnosa definitif dari 
berbagai kelainan struktural. Trasesophageal echocardiography 
aman dan berguna untuk menyelidiki kelainan jantung kongenital yang 
kompleks dan endokarditis infektif, terutama pada pasien dengan katup 
prostetik. Atau pasien yang sebelumnya menjalani operasi.
Perubahan ekokardiografi normal selama kehamilan, mencakup peningkatan 
ukuran jantung dan massa ventrikel diri. Sebuah efusi perikardial yang 
kecil, dapat tercatat. Penyelidikan lain menunjukkan regurgitasi ringan 
pada katup, yang tidak memiliki makna klinis. Bagaimana pun,  kelainan 
apa pun pada ekokardiogram membutuhkan evaluasi klinis. Gambaran 
ekokardiografi yang menunjukkan disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan
 fraction shortening yang menurun atau nilai freksi ejeksi, yang juga 
menurun.
Radiografi Dada
Paparan terhadap sinar X, terutama selama trimester pertama, dapat 
berbahaya terhadap janin, maka harus dihindari selama kehamilan. 
Radiografi dada normal dengan memberi penutup pada abdomen, memberi 
dosis sekitar 0,1 rad terhadap ibu dan hanya sekitar 0,008 rad terhadap janin. Ini berarti janin dapat terpapar terhadap 625 kali radiografi dada sebelum melebihi batas 5 rads untuk durasi pada kehamilan.
Perubahan yang terlihat pada radiografi dada pada kehamilan normal, 
dapat menggambarkan adanya penyakit jantung. Hal ini mencakup 
peningkatan ringan ukuran jantung, pergeseran jantung secara horizontal 
yang meningkat seiring gestasi, batas jantung kiri dan suplai pembuluh 
darah pulmonal yang penuh, seiring pembesaran palsu (pseudoenlargement) 
di atrium kiri yang berkaitan dengan lordosis tulang belakang.
MRI
Prosedur ini hanya memberi sedikit peranan, walau terdapat peningkatan 
minat dan penelitian dalam hal ini. MRI (Magneting Resonance Imaging) 
merupakan model yang menarik untuk penyelidikan selama tidak melibatkan 
iradiasi. Bagaimana pun, berbaring secara datar merupakan 
masalah yang serius pada kehamilan dengan penyakit jantung.
 
Radioisotope Scanning
Radioisotope scan, seperti 
thallium scan atau 
positron emission tomography dapat menghasilkan radiasi, sehingga berpotensi mendatangkan 
resiko pada kehamilan. Informasi yang sama dapat diperoleh menggunakan modalitas lain, seperti 
stress echocardiography,
 yang tidak menggunakan radiasi. Uji latih dapat dilakukan secara aman 
pada kehamilan, untuk menduga penyakit jantung iskemik atau kapasitas 
fungsional..
 
Pemeriksaan Invasif
Kateterisasi jantung menghasilkan paparan sekitar 0,005 
rad terhadap
 janin yang telah dilindungi penutup. Jika kateterisasi jantung 
diperlukan, akses dari arteri radialis atau arteri brakialis sebaiknya 
digunakan, daripada menggunakan akses dari arteri femoral. Ini akan 
menghasilkan paparan radiasi yang lebih sedikit terhadap janin. Akses 
dari arteri radialis sekarang lebih popular, daripada pendekatan dari 
arteri brakhialis. Dan, dengan kateter yang lebih kecil dan bentuk balon
 dan stent yang lebih baik, 
 percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dapat dibawa keluar secara aman melalui rute arteri radialis, jika diperlukan.