Tampilkan postingan dengan label OBSTETRI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OBSTETRI. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Desember 2014

PERMASALAHAN VAGINAL

Gangguan yang biasanya timbul pada daerah vagina yaitu : infeksi yeast, vaginitis, vaginosis, bakterial, penyakit menular seksual, pengeluaran sekret abnormal dan infeksi vaginal.

Infeksi yeast adalah infeksi jamur yang menyebabkan sekret vagina seperti keju. Infeksi ini sangat umum dan sebagian wanita pernah mengalaminya minimal sekali dalam hidupnya.
Vaginosis karena infeksi bakterial biasanya terjadi pada wanita dalam usia reproduktif, dasar karakteristiknya berupa sekret berbau amis seperti ikan dan mungkin tidak menimbulkan gejala nyata. Tanyakan dokter pada saat pap smear untuk mengetahui untuk mengetahui kemungkinan adanya kondisi ini.

Infeksi vaginal biasanya tidak berbahaya tetapi penyakit menular seksual, misalnya gonorrhea dan chlamydia ternyata berhubungan dengan komplikasi lainnya, sehingga perlu segera diterapi.


Produksi sekret vaginal adalah normal dan terjadi pada semua wanita. Normalnya jernih atau berwarna putih. Sekret yang bertambah jumlahnya, vakositas, warna dan baunya dapat merupakan pertanda adanya gangguan.

Masalah vagina mungkin ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain perubahan hormon, alergi terhadap beberapa jenis substansi dan benda asing pada liang vagina (misal tampon).

Jika tidak diobati, maka masalah vaginal ini dapat mengakibatkan infertilitas, khususnya bila terjadi pada serviks, uterus dan tuba falopii.

Gejala
  • Nyeri saat berkemih dan selama hubungan seks.
  • Area vaginal gatal atau terasa seperti terbakar.
  • Pasien dalam keadaan hamil.
  • Sekret vaginal berwarna putih, kuning atau hijau dan berbau busuk.

Anjuran
  • Jangan menggaruk pada daerah yang gatal di vagina.
  • Gunakan obat yang diresepkan sevara teratur walaupun gejala-gejalanya telah hilang, karena infeksi mungkin masih terjadi.
  • Bicarakan masalah vaginal ini pada pasangan dan menyarankan untuk bersama-sama menjalani pemeriksaan, terutama jika penyebabnya adalah bakteri.
  •  Hindari penggunaan tampon.
  • Menghindari sanggama sampai kondisi sudah pulih total.
  • Jangan menggunakan atau mengleskan sesuatu zat yang bisa menimbulkan alergi, khususnya di daerah genital.
  • Kenakan celana yang longgar dan pakaian dalam dari bahan katun.
  • Ganti pakaian dalam sesering mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya gangguan.
  • Menjaga kebersihan. Mencuci daerah genital minimal sekali sehari. Hindari penggunaan sabun yang kasar dan wangi. Bersihkan genital dari arah depan ke belakang.
  • Wanita manopause lebih mudah mengalami masalah vagina, konsutasikan pada ginekolog mengenai perlu tidaknya terapi sulih hormon.

Terapi
Preparat vaginal
  • Preparat ini terutama digunakan sebagai antiseptik untuk mencegah atau mengontrol infeksi bakteri pada area vagina.
  • Beberapa dari preparat tersebut juga mengandung zat tambahan anti-jamur untuk mengobati gangguan pada vagina karena jamur.
  • Beberapa preparat ini dapat menyebabkan iritasi. Jika hal ini terjadi hentikan penggunaan dan segera konsul ke dokter.

PERMASALAHAN SEBELUM MENSTRUASI

Premenstrual Syndrome (PMS) adalah emosional atau fisik yang timbul menjelang menstruasi. Jutaan perempuan di dunia mengalami sindrom ini. Gejalanya sangat beragam, yang paling sering terjadi adalah jerawatan. biasanya gejala hilang setelah menstruasi datang.
Gejala dari PMS ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Gejala fisik, 2. Gejala psikologi.
Gejala :
Gejala Fisik :
  • Perubahan dan nyeri pada payudara
  • Sakit Kepala, pusing
  • Kram pada rahim (sering menimbulkan nyeri pada bagian perut)
  • Keinginan untuk makan makanan tertentu yang terkadang disertai dengan  penambahan berat badan.
  • Tumbuh jerawat
  • Sakit punggung dan otot
Gejala psikologis :
  • Perubahan mood
  • Sulit konsentrasi, mudah lupa
  • Mudah tersinggung
  • Depresi
  • Perubahan libido, dll
Penyebab PMS sangat berkaitan dengan ketidakseimbangan kadar hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh. Untuk menyiasati PMS ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi menu seimbang, banyak sayur dan buah pembangkit/perangsang produksi hormon serta menghindari makanan olahan yang diawetkan. Kurangi konsumsi garam, hindari kafein dan rokok karena bisa membuat berdebar-debar dan cemas. Selain itu, olahraga teratur dan hindari stress. Mengkonsumsi kalsium tambahan, magnesium, vitamin B kompleks terutama B6, vitamin E, omega-6 (asam linoleat gamma/GLA), zat fitokimia seperti isoflavon dan saponin juga bisa menolong sindrom menjengkelkan ini.

MASALAH SAAT KEHAMILAN

Masalah Kehamilan - Seluruh stadium kehamilan bukan hanya membawa perubahan fisik bagi seorang calon ibu tapi juga sejumlah masalah kesehatan, berikut ini adalah beberapa masalah yang banyak dijumpai selama masa kehamilan.
Morning Sickness
Morning Sickness sebenarnya dapat terjadi kapan saja, tidak selalu pada pagi hari, biasanya mulai timbul di usia kehamilan empat minggu dan berlangsung sampai minggu ke 12 atau 13. Kondisi ini terutama disebabkan karena peningkatan kadan hormon-hormon selama kehamilan.
Konstipasi
Konstipasi terjadi pada wanita hamil karena kecepatan pergerakan makanan ketika melewati sistem saluran pencernaan lebih lambat. Kondisi ini disebabkan karena adanya peningkatan progesteron, yaitu hormon yang merelaksasi otot-otot intestinal sehingga lebih lambat dalam mendorong makanan.

Heartburn
Heartburn, refluks zat asam dari lambung menyebabkan timbulnya rasa panas terbakar pada dada dan belakang tenggorokan. Kondisi ini sering terjadi pada kehamilan. Ini sering terjadi karena jabang bayi yang ada di dalam menekan ke arah lambung.
Anemia.
Anemia sering terjadi dimasa kehamilan. Anemia terjadi karena konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal berdasarkan umur dan jenis kelamin. Obat antianemia seperti multivitamin dan mineral untuk ibu hamil dapat mengatasi keadaan ini.
Nyeri Punggung
Selama masa kehamilan, berat badan janin di dalam uterus menyebabkan perubahan pusat gravitasi pada tubuh ibu hamil. Hal ini menyebabkan nyeri punggung, dan bila dibiarkan lama kelamaan akan membentuk suatu postur tubuh yang buruk.
Hemoroid
Hemoroid ringan cenderung memburuk salama masa kehamilan. Pembengkakan vena pada hemoroid juga cenderung membentuk bekuan darah sehingga menimbulkan rasa nyeri berat dan pendarahan. Jika hemoroid mengalami perdarahan hebat, ibu hamil akan kehilangan darah dan anemia.
Insomnia
Normalnya, wanita hamil mengalami gangguan tidur pada malam hari. Kondisi ini disebabkan karena tingginya emosi dan kecemasan ibu hamil dalam menanti kelahiran bayinya. Selain itu rasa nyeri yang sering timbul di masa kehamilan juga ikut andil terjadi Insomnia ini.
Gatal
Gatal-gatal sering kali terjadi di akhir masa kehamilan, mengenai bagian tubuh mana yang terdapat garis-garis Stretch Marks pada abdomen.
Edema
Edema tungkai dan pergelanan kaki normal terjadi selama kehamilan, serta tidak memerlukan terapi khusus. Ini biasanya terjadi di usia kandungan trisemester terakhir, ini disebabkan karena jabang bayi sudah mulai menekan kearah ginjal.
Varises
Varises terjadi pada tungkai ibu hamil akibat terlalu lama berdiri.

Gejala Masalah Kehamilan

Gejala yang sering timbul pada masalah kehamilan adalah :
  • Muntah-muntah hebat.
  • Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau lebih.
  • Timbul rasa panas pada dada dan belakang tenggorokan.
  • Sering mengalami nyeri punggung.
  • Hemoroid mengalami perdarahan secara berlebihan.
  • Sering insomnia.
  • Gatal-gatal berat sehingga kulit mengalami luka lecet akibat sering digaruk.
  • Spotting (keluar bercak-bercak darah dari vagina).
  • Nyeri atau gatal pada vagina.
  • Lemah dan pingsan.
Atasi keputihan pada saat hamil
Anjuran :
  1. Hindari makanan yang berlemak dan sarat bumbu, jagalah atar ruangan dalam rumah dan tempat kerja memiliki ventilasi yang baik.
  2. Minum banyak air dan makanan yang berserat tinggi (memudahkan buang air besar), misalnya buah-buahan, sayuran, sereal dan biji-bijian.
  3. Hindari penggunaan laksatif selama masa hamil.
  4. Kenakan sepatu bertumit rendah, sokonglah punggung dengan bantal sewaktu Anda duduk di kursi dan gunakan kasur yang cukup keras untuk mencegah nyeri punggung.
  5. Hindari makanan berat sebelum tidur, pilihlah posisi tidur yang paling nyaman dan luangkan waktu sejenak untuk beristirahat, misalnya tidur siang. Hindari penggunaan obat tidur atau obat penenang selama kehamilan, kecuali atas anjuran dokter.
  6. Naikkan kaki di atas beberapa bantal untuk membantu menghilangkan penimbunan cairan pada tungkai. Bila perlu, gunakan diuretik untuk mengatasi edema berat.
  7. Hindari posisi berdiri dalam waktu lama. Gunakan stoking elastis untuk meredakan gejala dan mencegah varises.
  8. Mengkonsumsi suplemen zat besi dan banyak makan buah dan sayuran agar ibu dan bayi memperoleh nutrisi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Terapi
Antianemia/Vitamin Masa Hamil & Nifas
Produk ini dimaksudkan sebagai suplemen untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ibu hamil. Beberapa diantaranya mengandung vitamin dan mineral esensial yang dibutuhkan untuk ibu hamil, misalnya zat besi, vitamin B kompleks, dll. Juga diberikan untuk mencegah anemia dalam kehamilan.
Enteral/Produk Nutrisi
Mengandung nutrien esensial, mineral dan vitamin yang dibutuhkan oleh ibu hamil untuk menunjang kesehatan diri dan bayi dalam kandungannya. Selain untuk mencukupi kebutuhan gizi pada ibu dan janin, juga mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan dalam kehamilan.
Suplemen
Vitamin C dan E, Chamomile, Bawang putih, Acidophilus, Echinacea, Minyak pohon teh, Golden Seal.

PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN

Kejadian gagal jantung pada kehamilan, telah dikenal sejak pertengahan abab 19. Tapi istilah kadiomiopati baru mulai dbicarakan sekitar 1930-an. Pada tahun 1971, Demakin dan kawan-kawan menemukan pada 27 wanita yang sedang dalam masa nifas menunjukkan kardiomegali, gambaran kardiomegali abnormal dan gagal jantung kongestif. Kondisi ini kemudian disebut kardiomiopati peripartum.
Kardiomiopati peripartum merupakan suatu kardiomiopati dilatasi dengan etiologi yang tidak diketahui. Kondisi ini didefinisikan sebagai :
  1. Berkembangnya gagal jantung di bulan terakhir masa kehamilan atau dalam 5 bulan setelah kelahiran.
  2. Tidak adanya penyebab gagal jantung.
  3. Tidak adanya gagal jantung sebelum satu bulan terakhir kehamilan.
  4. Terdokumentasi adanya disfungsi sistolik
Kardiomiopati peripartum relative jarang, tetapi dapat mengancam jiwa penderita. Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), diperkirakan kondisi ini terjadi pada 1 dari setiap 2.289 kelahiran hidup. Keadaan ini lebih sering mengenai wanita Afrika Amerika. Angka kejadian pastinya sangat bervariasi. Angka tertinggi ditemukan di Haiti dengan kejadian 1 dari 300 kelahiran hidup atau 10x lebih tinggi dari AS.
Kardiomiopati peripartum lebih sering ditemukan pada wanita multipara. Kondisi ini dilaporkan lebih sering pada wanita yang hamil anak kembar dan pada wanita dengan preeklamsia. Tapi kedua kondisi ini berhubungan  dengan tekanan onkotik serum yang lebih rendah, yang dapat menjadi faktor predisposisi edema paru non kardiogenik pada wanita dengan stressor lain.
Etiologi
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk penyakit miokardial primer idiopatik, yang berhubungan dengan kehamilan. Beberapa mekanisme etiolog telah diajukan. Tetapi tidak satupun yang dapat menjelaskan dengan pasti bagaimana penyakit ini bisa muncul.
Beberapa kaadaan yang diperkirakan dapat menjadi penyebab, atau mekanisme terjadinya kardiomiopati peripartum, antara lain :
  • Miokarditis: Melvin dan kawan-kawan membuktikan adanya miokarditis dengan melakukan biopsi endomiokardial, pada pasien dengan kardiomiopati peripartum. Dikatakan bahwa hipotesa menurunnya sistim kekebalan selama hamil, dapat meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan untuk terjadinya miokarditis meningkat. Infeksi virus yang bersifat kardiotropik.
  • Aportosis dan inflamasi.
  • Respon abnormal hemodinamik pada kehamilan: perubahan heodinamik selama kehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung, serta menurunnya afterload. Sehingga, respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertrofi sesaat.
  • Faktor-faktor penyebab lain: efek tokolisis yang lama, kardiomiopati dilatasi idiopatik, abnormalitas dari relaxine, defisiensi selenium dan sebagainya.
  • Laporan kasus dan pengalaman menunjukkan adanya ejeksi fraksi yang rendah, yaitu sekitar 10-15% pada pasien dengan preeklamsia berat. Normalisasi ekokardiogram baru bisa dicapai dalam 3-6 bulan. Preeklamsia termasuk faktor risiko, tetapi pada beberapa kasus kondisi ini justru bisa menjadi penyebab. Edema paru non kardiogenik memiliki banyak penyebab yang juga harus dipertimbangkan.
  • Sebuah penelitian tahun 2005 menemukan, 8 dari 26 pasien yang terinfeksi parvovirus B19, virus herpes manusia 6, virus Epstein-Barr dan sitomegalovirus terdeteksi setelah analisa molekuler spesimen biopsi miokardial.
  • Otoantibodi terhadap protein miokardial telah teridentifikasi pada pasien dengan kardiomiopati peripartum, tetapi tidak pada pasien dengan kardiomiopati idiopatik.
Wanita yang Berisiko
Adanya beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita mengalami kardiomiopati peripartum, di antaranya :
  • Multiparitas.
  • Usia maternal yang sudah lanjut (walau penyakit ini dapat mengenai semua usia, insiden meningkat pada wanita berusia>30 tahun).
  • Kehamilan multiofetal.
  • Preeklamsia
  • Hipertensi gestasional.
  • Ras Afrika-Amerika.
Mortalitas dan Morbiditas
Angka mortalitas dari berbagai penelitian berskala kecil, berkisar 7-50%. Setengah kematian terjadi dalam 3 bulan setelah kelahiran. Penyebab terbanyak adalah gagal jantung progresif, aritmia atau tromboembolisme. Angka kematian yang dihubungkan dengan kejadian embolik, dilaporkan sebanyak 30%.
Dalam keadaan akut, hipoksia pada ibu hamil dapat menyebabkan tekanan pada janin. Sementara thromoembolik bisa mempersulit kardiomiopati peripartum, karena dapat menyebabkan kondisi hiperkoagulabilitas pada kehamilan. Aliran darah yang rendah dapat memicu thrombosis vena, atau terjadi embolisme arterial akibat ventrikel kiri yang terdilatasi berat.
Ketika seorang wanita hamil terdiagnosa menderita kardiomiopati peripartum, berikan antikoagulasi antepartum dengan heparin subkutan. Lanjutkan sampai 6 minggu setelah kelahiran. Untuk beberapa alasan, unfractionated heparin memberikam lebih banyak manfaat, dibanding low molecular weight heparin selama periode antepartum.
Manifestasi Klinis
Pada kehamilan normal, dispnea ringan adalah hal yang wajar. Banyak gejala yang dialami pasien penyakit jantung, juga dialami pasien dengan kehamilan hormal. Dispnea, pusing, orthopnea dan penurunan kapasitas kemampuan fisik, merupakan gejala normal yang terjadi pada wanita hamil.
Pada penderita kardiomiopati peripartum, gejala-gejalanya sama pada pasien dengan disfungsi sistolik yang tidak hamil. Perlu dilakukan evaluasi lebih jauh, pada orang dengan gejala-gejala berikut: batuk, orthopnea, dispnea nokturnal paroksismal, kelelahan, palpitasi, hemoptisis, nyeri dada dan nyeri pada perut.
Pada kehamilan normal, karena ada peningkatan progestin endogen, volume tidal respirasi meningkat dan pasien memiliki kecenderungan mengalami hiperventilasi. Meski demikian, kecepatan repirasi seharusnya masih normal. Kehamilan normal ditandai penurunan gelombang X dan Y yang berlebihan pada vena di leher. Tetapi tekanan vena di leher seharusnya juga masih dalam kondisi normal.
Jika dilakukan auscultation pada jantung, akan terlihat suatu murmur ejeksi sistolik di sudut sterna kiri bagian bawah, di atas daerah paru pada 96% wanita. Murmur aliran arterial paru ini cenderung lebih tenang, saat inspirasi. Murmur diastolik butuh evaluasi lebih jauh S1 mungkin berlebihan dan pemisahan S2 mungkin lebih menonjol karena peningkatan aliran darah di sisi sebelah kanan. Sedangkan S3 merupakan temuan normal pada kehamilan.
Edema peripheral terjadi pada sepertiga wanita hamil sehat. Meski begitu, waspadai perubahan secara tiba-tiba berupa pembengkakan di akhir masa kehamilan, yang memungkin tidak normal dan harus diselidiki lebih jauh.
Pada wanita dengan kardiomiopati peripartum. tanda-tanda gagal jantung sama dengan pasien yang mengalami disfungsi sistolik yang tidak hamil. Mereka umumnya mengalami takikardi dan pernurunan oksimetri denyut. Tekanan darah normal. 
Temuan fisik kardiomiopati peripartum, meliputi peningkatan tekanan vena leher, kardiomegali, suara jantung ketiga, komponen pulmonik suara jantung kedua yang keras, regurgitasi mitral dan atau tricuspid, pulmonary arles, pemburukan edema peripheral, aritmia, fonemena embolik dan hepatomegali.
Pemeriksaan Laboratorium
Preeklamsia seharusnya bisa disingkirkan, berdasar riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah. Pada riwayat kesehatan, penderita mengalami sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdominal sisi bagian kanan dan pembengkakan tangan atau wajah.
Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan vasospasma retina, terdengar S4 saat dilakukan auscultation pada jantung, hiperrefleksia/klonus, kekakuan pada quadran bagian atas kanan dan terdapat edema di wajah atau tangan.
Pemeriksaan laboratorium akan ditemukan abnormalitas pada kadar serum kreatinin, yang meningkat lebih dari 0,8 mg/dL, kadar hemoglogin lebih dari 13 g/dL (karena ada kebocoran kapiler dan hemokonsentrasi) peningkatan kadar enzim lever, trombositopenia, hasil urin dipstick test mengindikasikan lebih dari "1+" protein, penurunan kliren kreatinin urin 24 jam (normal 150% di atas kadar wanita tidak hamil atau mendekati 150 mL/min), dan proteinuria lebih dari 300 mg.
Pemeriksaan urin: Trace atau proteinuria 1+ bisa normal. Proteinuria 2+ atau lebih tinggi menunjukkan preeklamsia. Kesampingkan infeksi. Kultur urin bisa membantu mengesampingkan infeksi. Ukur oksimetri denyut.uji serologis, bisa mengesampingkan penyebab lain kardiomiopati, termasuk infeksi (misalnya viorus, rickettsial, HIV, syphilis, Chagas disease, diphtheria toxin). Kesampingkan etologi toksin, seperti alkohol dan kokain.
Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiografi (EKG)
Perubahan normal pada pembacaan EKG yang muncul selama kehamilan, mencakup sinus takikardi, pergesaran axis QRS ke kiri atau ke kanan dan denyut prematur atrium dan ventrikel. Denyut prematur atrium dan ventrikel, sinus aritmia, sinus arrest dengan irama nodal escape, wandering atrial pace maker dan paroksismal supraventrikular takikardi, umumnya tidak terjadi selama proses melahirkan.
ST segment elevasi, depresi, atau perubahan amplitudo gelombang P.QRS, atau T harus diinterpretasikan secara hati-hati. Beberapa ahli melaporkan, hal ini tidak menjadi masalah. Dengan tidak adanya gejala, banyak perubahan EKG yang tidak spesifik ini tidak membutuhkan evaluasi lebih lanjut. EKG lebih berguna untuk mendiagnosa aritmia dari pada untuk menggambarkan kelainan struktural.
Ekokardiografi
Ekokardiografi (m-mode, two-dimensional, Doppler) merupakan tes diagnostik non invasif yang terpilih pada kehamilan dan tidak menimbulkan bahaya terhadap janin. Prosedur ini menyediakan informasi mengenai cadangan kardiovaskular, termasuk diagnosa definitif dari berbagai kelainan struktural. Trasesophageal echocardiography aman dan berguna untuk menyelidiki kelainan jantung kongenital yang kompleks dan endokarditis infektif, terutama pada pasien dengan katup prostetik. Atau pasien yang sebelumnya menjalani operasi.
Perubahan ekokardiografi normal selama kehamilan, mencakup peningkatan ukuran jantung dan massa ventrikel diri. Sebuah efusi perikardial yang kecil, dapat tercatat. Penyelidikan lain menunjukkan regurgitasi ringan pada katup, yang tidak memiliki makna klinis. Bagaimana pun,  kelainan apa pun pada ekokardiogram membutuhkan evaluasi klinis. Gambaran ekokardiografi yang menunjukkan disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan fraction shortening yang menurun atau nilai freksi ejeksi, yang juga menurun.
Radiografi Dada
Paparan terhadap sinar X, terutama selama trimester pertama, dapat berbahaya terhadap janin, maka harus dihindari selama kehamilan. Radiografi dada normal dengan memberi penutup pada abdomen, memberi dosis sekitar 0,1 rad terhadap ibu dan hanya sekitar 0,008 rad terhadap janin. Ini berarti janin dapat terpapar terhadap 625 kali radiografi dada sebelum melebihi batas 5 rads untuk durasi pada kehamilan.
Perubahan yang terlihat pada radiografi dada pada kehamilan normal, dapat menggambarkan adanya penyakit jantung. Hal ini mencakup peningkatan ringan ukuran jantung, pergeseran jantung secara horizontal yang meningkat seiring gestasi, batas jantung kiri dan suplai pembuluh darah pulmonal yang penuh, seiring pembesaran palsu (pseudoenlargement) di atrium kiri yang berkaitan dengan lordosis tulang belakang.
MRI
Prosedur ini hanya memberi sedikit peranan, walau terdapat peningkatan minat dan penelitian dalam hal ini. MRI (Magneting Resonance Imaging) merupakan model yang menarik untuk penyelidikan selama tidak melibatkan iradiasi. Bagaimana pun, berbaring secara datar merupakan masalah yang serius pada kehamilan dengan penyakit jantung.
Radioisotope Scanning
Radioisotope scan, seperti thallium scan atau positron emission tomography dapat menghasilkan radiasi, sehingga berpotensi mendatangkan resiko pada kehamilan. Informasi yang sama dapat diperoleh menggunakan modalitas lain, seperti stress echocardiography, yang tidak menggunakan radiasi. Uji latih dapat dilakukan secara aman pada kehamilan, untuk menduga penyakit jantung iskemik atau kapasitas fungsional..
Pemeriksaan Invasif
Kateterisasi jantung menghasilkan paparan sekitar 0,005 rad terhadap janin yang telah dilindungi penutup. Jika kateterisasi jantung diperlukan, akses dari arteri radialis atau arteri brakialis sebaiknya digunakan, daripada menggunakan akses dari arteri femoral. Ini akan menghasilkan paparan radiasi yang lebih sedikit terhadap janin. Akses dari arteri radialis sekarang lebih popular, daripada pendekatan dari arteri brakhialis. Dan, dengan kateter yang lebih kecil dan bentuk balon dan stent yang lebih baik,  percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dapat dibawa keluar secara aman melalui rute arteri radialis, jika diperlukan.

KEPUTIHAN PADA WANITA

Salah satu penyakit yang perlu dikenal oleh kaum wanita adalah Keputihan wanita. Perkenalan ini tentu bukan untuk disayangi dan dipelihara tetapi untuk diobati, walaupun tidak semua Keputihan Vagina memerlukan pengobatan. Maka dari itu, pertama-tama harus dibedakan dahulu, mana keputihan yang normal terjadi pada setiap wanita dan mana yang tidak. Keputihan Vagina atau dalam bahasa kedokteran disebut leukore atau flour albus, adalah cairan yang keluar dari vagina / liang kemaluan secara berlebihan. Dalam keadaan normal, cairan ini tidak sampai keluar, namun belum tentu cairan yang keluar tersebut merupakan suatu penyakit.


Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba memberikan pemaparan tentang Keputihan pada Vagina berdasarkan atas gejala keputihan yang timbul. Gejala tersebut bisa diamati dari sifat sifat cairan yang keluar saat keputihan berlangsung. Sumber cairan sendiri bisa berasal dari vagina, cairan leher rahim, cairan uterus, dan cairan yang berasal dari tuba falopii.

  • Bila cairan yang keluar jernih, berlendir banyak namun tidak berbau maka hal ini merupakan sesuatu yang normal terjadi saat seorang wanita menjelang menstruasi, kelebihan hormon estrogen dan stress. Keputihan seperti ini juga sering dijumpai pada wanita hamil.
  • Jika cairan yang keluar seperti susu kental, lengket, sangat banyak dengan bau yang tidak begitu mencolok maka kemungkinan telah terjadi radang pada serviks/leher rahim (servisitis) dan vagina (vaginitis).
  • Cairan yang keluar berwarna coklat, encer seperti air, sangat banyak dan lembab, maka kemungkinan wanita tersebut menderita vaginitis, servisitis, gangguan pembuluh darah pada serviks, endometriosis dan saat pengobatan kanker dengan radiasi. Warna coklat timbul akibat perdarahan yang terjadi akibat kelainan tersebut.
  • Bila cairan berwarna abu abu dengan garis darah, encer seperti air, sangat banyak dan berbau busuk yang keluar dari vagina, maka kemungkinan wanita tersebut menderita ulkus vagina, vaginitis. Kemungkinan lain yang sangat perlu diwaspadai adalah kanker baik ganas maupun jinak.
  • Jika cairan yang keluar berwarna merah muda, cair, sangat banyak tetapi tidak berbau maka kemungkinan telah terjadi infeksi bakteri non spesifik. Gejala ini juga timbul saat seorang wanita kelebihan hormon estrogen.
  • Bila cairan yang keluar putih, encer berbintik bintik banyak, berbau apek disertai dengan nyeri saat buang air kecil serta gatal di sekitar kemaluan maka kemungkinan wanita tersebut menderita infeksi yang disebabkan oleh jamur. Candida albicans adalah jamur yang paling sering hinggap di kemaluan seorang wanita.
  • Bila cairan yang keluar kuning kehijauan, berbusa, merah, sangat banyak, gatal, berbau busuk dan ditemukan nyeri tekan pada sekitar kemaluan serta kemerahan pada vagina, maka kemungkinan telah terjadi infeksi yang disebabkan oleh kuman protozoa Trichomonas vaginalis.
  • Terakhir, bila cairan yang keluar berwarna kuning, kental, sangat banyak, terasa panas dan gatal pada kemaluan, nyeri tekan pada daerah sekitar kemaluan, nyeri saat buang air kecil, maka kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh Nisseria gonorrhoe atau lebih beken disebut GO.
Nah, Cara mengatasi keputihan wanita bila kelak menemukan gejala keputihan seperti diatas, segeralah berkonsultasi ke dokter kesayangan anda

PENANGANAN PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Di Indonesia preeklamsia - eklamsia masih merupakan penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Karena itu, diagnosisi dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak.
Preeklampsia - Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil, yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema, akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu. Eklamsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklamsia, yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis.
Preeklamsia dan Eklamsia
Penanganan Umum
Segera rawat penderita dan lakukan pemeriksaan klinis terhadap keadaan umum, sambil mencari tahu riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak bernafas, bebaskan jalan nafas, berikan O2 dengan sungkup dan lakukan intubasi jika perlu. Jika pasien kehilangan kesadaran/koma, bebaskan jalan nafas, baringkan pada satu sisi, ukur suhu dan periksa apakah ada kaku kuduk.
Jika pasien kejang (eklamsia)
Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah, bebaskan jalan nafas. Pasang spatel lidah, untuk menghindari tergigitnya lidah. Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur.
Peeklampsia berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklamsia sama, kecuali persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Penanganan kejang :
  • Beri obat kejang (antikonvulsan).
  • Perlangkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, pengisap lender, masker oksigen dan oksigen).
  • Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
  • Aspirasi mulut dan tenggorokan.
  • Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tradelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi.
  • Berikan O2 4-6 liter/menit.
Penanganan umum
Jika tekanan diastolik>110mmHg, berikan obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100mm/Hg. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar nomor 16 atau lebih. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload. Kateterisasi urin untuk mengukur volum dan pemeriksaan proteinuria. Infus cairan dipertahankan 1,5-2 liter/24 jam.
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin. Observasi tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap 1 jam. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda-tanda edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic (misalnya furosemid 40 mg IV). Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terjadi koagulopati.
Persalinan
Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Sedangkan pada eklamsia, persalinan harus terjadi dalam 6 jam sejak eklamsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklamsia), lakukan operasi Caesar. Jika bedah akan dilakukan, beberapa hal harus diperhatikan :
  • Tidak terdapat koagulopati. Koagulopati berkontraindikasi dengan anestesi spinal.
  • Anestesi yang aman/terpilih adalah anestesi umum untuk eklamsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesi lokal bila risiko anestesi terlalu tinggi.
  • Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam dextrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin/misoprostol.
Perawatan Post Partum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau kejang yang terakhir. Teruskan terapi hipertensi, jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg. Lakukan pemantauan jumlah urin.
Pada kasus preeklampsia berat, di masa setelah kelahiran dapat terjadi eklampsia. Dilaporkan lebih dari 44% eklamsia dapat terjadi, terutama pada wanita yang melahirkan pada usia kehamilan aterm. Wanita yang timbul hipertensi atau gejala preeklamsia setelah kehamilan (sakit kepala, gangguan penglihatan, mual dan muntah, nyeri epigastrum), sebaiknya dirujuk ke spesialis.
Wanita dengan kelahiran yang disertai preeklampsia berat (atau eklampsia), sebaiknya dilakukan pemantauan dengan optimal pasca melahirkan. Dilaporkan dapat terjadi eklampsia setelah minggu ke-4.
Terapi anti-hipertensi sebaiknya tetap dilanjutkan pasca kehamilan. Walau pada awalnya tekanan darah turun, biasanya akan kembali naik kurang lebih 24 jam setelah kehamilan. Pengurangan terapi anti-hipertensi, sebaiknya dilakukan secara berjenjang.
Kortikosteroid digunakan pada pasien dengan sindrom HELLP. Hasil penelitian terbaru memperkirakan, corticosteroid dapat memicu perbaikan gangguan biokimia dan menatology secara cepat. Tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan kortikosteroid dapat menurunkan morbiditas.
Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
  • Terdapat oliguria (<400ml/24 jam).
  • Terdapat sindrom HELLP.
  • Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang.
Antikonvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia dan eklamsia. Alternative lain adalah diazepam dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
Magnesium sulfat untuk preeklamsia dan eklamsia :
1. Dosis awal adalah 4 gram intravena sebagai larutan 40% selama 5 menit.
2. Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5g IM dengan iml Lignokain (dalam semprit yang sama)
3. Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan :
  • Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
  • Ada reflek patella
  • Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
  • Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
4. Cara pemberian MgSO4 IV/drip ialah :
  • Setelah pemberian dosis awal, diberikan 12 gram dalam 500 ml RL dengan tetes 15/menit (2 gram/jam).
  • Reflex patella tidak ada, bradipnea (16 kali/menit)
  • Urin < 30ml/jam pada hari ke 2
5. Hentikan pemberian MgSO4, jika :
  • Terjadi henti nafas bantu pernafasan dengan ventilator
  • Beri kalsium glukonas 2 gram (20ml dalam larutan 10%) IV. Perlahan-lahan samapai pernafasan mulai lagi.
Diazepam untuk Preeklamsia dan Eklamsia
  • Dosis awal adalah 10mg IV. Diberikan secara perlahan selama 2 menit. Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal.
  • Dosis pemeliharaan adalah 40 mg dalam 500 ml larutan ringer laktat melalui infus. Depresi pernafasan ibu baru mungkin terjadi bila dosis 30 mg/jam. Jangan berikan melebihi 100 mg/jam.
Anti Hipertensi
Pemberian antihipertensi sebaiknya dimulai pada wanita dengan tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Pemberian labetalol secara oral atau intravena, nifedipine secara oral atau intravena hydralazine dapat lakukan untuk menatalaksana hipertensi berat.
Ada konsensus bersama, bila tekanan darah lebih dari 170/110 mmHg, lakukan penanganan terhadap tekanan darah ibu. Obat terpilih yang digunakan adalah labetalol, nifedipine, atau hydralazine. Labetalol memiliki keuntungan dapat diberikan awal lewat mulut, pada kasus hipertensi berat dan jika diperlukan, bisa secara intravena.
Terdapat konsensus, bila tekanan darah dibawah 160/100, tidak dibutuhkan secara mendesak pemberian terapi antihipertensi. Terdapat perkecualian, bila ditemukan indikasi untuk penyakit dengan gejala yang yang lebih berat, yakni potenuria berat atau gangguan hari, atau hasil tes darah. Pada kondisi demikian, peningkatan tekanan darah dapat diantisipasi, dengan terapi antihipertensi pada level tekanan darah yang lebih rendah yang telah disesuaikan.

Kamis, 10 April 2014

DISTOSIA


Distosia akibat Gangguan pada Jalan Lahir

PENDAHULUAN

Disproporsi fetopelvik diakibatkan oleh kurangnya kapasitas panggul, ukuran anak yang besar atau yang paling sering adalah kombinasi antara kedua hal tersebut.
Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia selama proses persalinan.
Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.

KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL

Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
  • Diameter antero-posterior terpendek <>
  • Diameter tranversal terbesar <>
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD <>
Pengukuran Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul <>.
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil.
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik.
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.

KESEMPITAN BIDANG TENGAH PANGGUL
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
  • Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
  • Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
  • Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP.
Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous <>
Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.

KESEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa <>.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas.
Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.

FRAKTURA PANGGUL dan KONTRAKTUR

Perut gantung
Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi.
Riwayat cedera panggul membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut.
Dugaan adanya kesempitan panggul yang dapat mengganggu persalinan per vaginam :
  1. Tinggi badan ( kurang dari 145 cm )
  2. Cara berjalan ( pincang )
  3. Kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis
  4. Perut gantung

PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
  1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
  2. Pengukuran diameter interspinarum menggunakan jangka pengukur Boudeloque
  3. Penonjolan spina ischiadica yang ditemukan saat vaginal toucher
  4. Sudut arcus pubis ( sudut arcus pubis lancip atau kurang dari 900 )
  5. [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ]
  6. [ Computed Tomography Scanning ]
  7. [ Magnetic Resonance Imaging ]

DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK
Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan.
Kelainan dapat meliputi : uterus- servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri).
Kelainan Uterus:
  • Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
  • Prolapsus uteri
  • Torsi uterus
Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik
Kelainan vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma Accuminata”
Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia
Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium 



 

Distosia akibat gangguan tenaga persalinan

PENDAHULUAN
Tahun 2002, angka kejadian tindakan seksio sesar – CS di USA ± 26% .
American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) menyatakan bahwa sekitar 60% persalinan dengan SC dilakukan atas indikasi distosia.
Distosia atau persalinan sulit ditandai dengan proses persalinan yang berjalan lambat. Gangguan persalinan umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian ukuran antara bagian terendah janin dengan jalan lahir.
Roy (2003) mengemukakan pendapatnya bahwa tingginya diagnosa distosia merupakan akibat dari perkembangan perubahan lingkungan yang berlangsung lebih cepat dari pada perkembangan evolusi manusia itu sendiri.
Joseph dkk (2003) melakukan analisa karakteristik maternal berkaitan dengan kenaikan angka kejadian SC di Nova Scotia. Mereka melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian SC tersebut berhubungan dengan perubahan pada usia maternal, paritas, berat badan sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan.
Nuthalapaty dkk (2004) dan Wilkes dkk (2003) mengemukakan adanya hubungan antara berat badan maternal dengan distosia.
PANDANGAN UMUM
Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau kombinasi antara :.
  1. Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta gangguan kontraksi otot pada kala II.
  2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin
  3. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul)
  4. Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin
Secara sederhana, kelainan diatas dapat secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan :
  1. Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu meneran
  2. Kelainan PASSANGER : keadaan janin
  3. Kelainan PASSAGE : keadaan panggul
Temuan Klinik Tersering pada Wanita dengan Persalinan yang Tidak Efektif
  1. Dilatasi servik atau desensus tidak adekwat
    1. “Protracted Labor” - kemajuan persalinan lambat
    2. “Arrested Labor” - tidak terdapat kemajuan persalinan
    3. Usaha meneran pada kala II kurang memadai – proses meneran tidak efektif
  2. Disproporsi Fetopelvik
    1. Janin besar
    2. Kapasitas panggul kurang
    3. Kelainan letak janin
  3. Ketuban Pecah Dini yang tak segera diikuti dengan proses persalinan

“Over” Diagnosa Distosia
Kombinasi dari berbagai keadaan yang terlihat pada tabel sering mengakibatkan disfungsi persalinan. Saat ini, terminologi “cephalopelvic disproportion” atau “failure to progress” sering digunakan untuk menyatakan adanya proses persalinan yang tidak efektif.

“Cephalopelvic Disproportion”
Merupakan terminologi yang disampaikan pada awal abad 20 untuk menjelaskan adanya partus macet yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu sehingga persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung.
Menurut Olah dan Neilson (1994) terminologi tersebut sebenarnya berasal dari indikasi utama tindakan SC saat itu pada kasus kontraktur pelvik akibat penyakit rachitis.
Keadaan tersebut saat ini sudah sangat jarang dan saat ini sebagian besar disproporsi berasal dari malposisi kepala janin dalam panggul (asinklitismus) atau akibat gangguan kontraksi uterus.
CPD adalah diagnosa yang sangat tidak objektif oleh karena lebih dari 2/3 pasien dengan diagnosa CPD dan menjalani SC, pada persalinan selanjutnya ternyata dapat melahirkan janin spontan pervaginam yang tidak jarang lebih besar dan lebih berat dari persalinan sebelumnya.

“Failure to Progress” ( partus tak maju )
Istilah ini menjadi terminologi populer untuk menyatakan adanya persalinan yang tidak berlangsung secara efektif pada persalinan spontan atau dengan induksi.
Terminologi ini biasa digunakan pada situasi dimana kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin tidak terjadi atau terjadi secara tidak normal.
Sudah menjadi pendapat umum sekarang ini bahwa diagnosa distosia pada persalinan dengan SC merupakan hal yang overdiagnosis di USA maupun di tempat lain.
Tindakan SC dengan indikasi distosia sering menjadi hal yang bersifat kontroversial oleh karena beberapa hal :
  • Penegakkan diagnosa distosia yang tak tepat
  • Efek pengunaan analgesia epidural tak diperhitungkan
  • Kecemasan medikolegal yang berlebihan
  • Kenyamanan klinis bagi dokter atau pasien ( dokter terburu-buru atau pasien menghendaki hal yang “terbaik” bagi dirinya )
  • Stimulasi oksitosin tidak diberikan dengan metode yang tepat dan benar.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (1995a) sebelum diagnosa distosia ditegakkan, dilatasi servik harus sudah lebih dari 4cm.
MEKANISME DISTOSIA
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila desensus janin sudah terjadi.
FPD-fetopelvic disproportion menjadi jelas bila persalinan sudah masuk kala II.
Gangguan fungsi otot uterus dapat terjadi akibat regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang berdasarkan pengamatan nampaknya berlangsung secara tidak efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama dalam menurunkan kejadian sectio caesar.
ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN
Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya his dan usaha meneran pada persalinan kala II.
Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu.
Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu.
3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus:
  1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
  2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus.
  3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SC lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang ( Pernyataan Reynold dkk pada tahun 1948)
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada segmen bawah rahim.
Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg.
Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
  1. Disfungsi uterus hipotonik :
    1. Tidak ada tonus basal
    2. Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous) tetapi
    3. Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
  2. Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction)
    1. Basal tonus meningkat dan atau
    2. Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari cornu.
Kontraksi uterus hipotonik
Kontraksi uterus hipertonik
Gangguan persalinan kala I Fase Aktif
Gangguan persalinan secara klinis dibagi menjadi :
  • Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal (“protraction disorder”) dan atau
  • Terhentinya kemajuan persalinan (“arrest disorder”)
  • Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 – 4 cm
“Active phase arrest”
Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu ≥ 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik
Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 )
His tidak adekwat adalah bila kekuatannya <180>

“Protraction disorder”
Definisi keadaan ini lebih sulit ditentukan.
WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “protraction” adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.
Kriteria “active phase arrest” dan “protraction disorder” menurut American College of Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :
Kriteria diagnostik persalinan abnormal dengan gangguan persalinan macet ( arrest) dan persalinan terhambat ( protracted)
Pola persalinan
Nullipara
Multipara



Persalinan terhambat


- Dilatasi
<> 
<> 
- Desensus
<> 
<> 



Persalinan macet


- Tidak terjadi kemajuan dilatasi
> 2 jam
> 2 jam
- Tidak terjadi kemajuan desensus
> 1 jam
> 1 jam
Sebelum menegakkan diagnosa “arrest” selama persalinan kala I maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi:
  1. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm.
  2. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik.
Gangguan persalinan kala II
Desensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap.
Sebagian besar dari “seven cardinal movement of labor” berlangsung pada kala II.
Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II.
Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam ( 3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam ( 2 jam pada kasus dengan anestesi regional).
DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN
Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0).
Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi.
Gangguan “protracted” dan atau “arrest” sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 .
ETIOLOGI PENYEBAB DISFUNGSI UTERUS
  1. Analgesia epidural
  2. Chorioamnionitis
  3. Posisi ibu selama persalinan
  4. Posisi persalinan pada kala II
PARTUS PRESIPITATUS
Hughes (1972) : partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah awal persalinan.
Ventura dkk (2000) : angka kejadian partus presipitatus tahun 1998 di USA sebesar 2% dan terutama terjadi pada multipara dengan frekuensi kontraksi uterus kurang dari 2 menit.
Mahon dkk (1979) : “short labor” adalah bila kecepatan dilatasi servik pada nulipara > 5 cm/jam dan pada multipara 10 cm/jam.
Partus presipitatus sering berkaitan dengan :
  • Solusio plasenta
  • Aspirasi mekonium.
  • Perdarahan post partum.
  • Apgar score rendah.
Komplikasi maternal:
  • Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal.
  • Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas.
  • Emboli air ketuban (jarang).
  • Atonia uteri dengan akibat HPP.
Komplikasi janin :
  1. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat oleh karena :
    1. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterin.
    2. Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
  2. Acker dkk (1988) melaporkan kejadian Erb atau Duchene paralysis pada 1/3 kasus partus presipitatus.
  3. Persalinan tanpa pertolongan yang baik akan menyebabkan cedera pada janin akibat terjatuh dilantai atau tidak dapat segera memperoleh resusitasi bila diperlukan.
Penatalaksanaan
  • Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung.
  • Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan. 

Distosia akibat kelainan pada Janin

PENDAHULUAN
Gangguan terhadap jalannya proses persalinan dapat disebabkan oleh kelainan presentasi, posisi dan perkembangan janin intrauterin.
Diagnosa distosia akibat janin bukan hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang besar, janin dengan ukuran normal namun dengan kelainan pada presentasi intra uterin tidak jarang menyebabkan gangguan proses persalinan.
UKURAN JANIN PADA DISPROPORSI FETOPELVIK
Pada edisi awal dari Williams Obstetrics, yang dimaksud dengan berat badan berlebihan pada janin adalah bila berat badan mencapai 5000 gram. Pada edisi ke 7 sampai ke 13 kriteria berat badan janin berlebih adalah 4500 gram.
Parkland Hospital : 2/3 neonatus yang dilahirkan perabdominal (SC) pasca persalinan ekstraksi forsep yang gagal memiliki berat badan 3700 gram.
Disproporsi fetopelvik bukan hanya disebabkan oleh berat badan janin yang besar, kelainan letak seperti posisio oksipitalis posterior, presentasi muka , presentasi dahi juga dapat menyebabkan hambatan persalinan.
Penilaian Ukuran Kepala Janin
Upaya untuk meramalkan adanya Disproporsi Fetopelvik - FPD secara klinis dan radiologis atas dasar ukuran kepala janin tidak memberi hasil memuaskan.
Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi terhadap maneuver Mueller- Hillis dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara distosia dengan kegagalan desensus kepala janin.
Ferguson dkk ( 1998) menyatakan bahwa sensitivitas dalam meramalkan adanya CPD dengan menggunakan index fetopelvic ( yang dikemukakan oleh Thurnau dkk 1991) sangat kurang.
Sampai saat ini tidak ada metode terbaik untuk meramalkan secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala janin.
PRESENTASI MUKA
Merupakan kelainan deflkeksi kepala. Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian maka yang merupakan bagian terendah janin adalah mentum.
Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses persalinan pervaginam terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.
Presentasi Muka
Mentoposterior, dagu berada dibagian posterior .
Persalinan pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior.
Bila dagu berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala.
Pada sejumlah kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut.
Pada tahun 1995 sampai 1999 , angka kejadian presentasi muka di Parkland Hospital sekitar 1 : 2000 persalinan.
Pemeriksaan Radiologis pada presentasi muka
Diagnosis:
Diagnosa presentasi muka ditegakkan melalui pemeriksaan VT dengan meraba adanya mulut – hidung – tulang rahang atas dan “orbital ridges”.
Kadang perlu dibedakan dengan presentasi bokong dimana dapat teraba adanya anus dan tuber-ischiadica yang sering keliru dengan mulut dan tulang rahang atas.
Pemeriksaan radiologis dapat menampakkan gambaran hiperekstensi kepala yang jelas dan tulang muka diatas pintu atas panggul.
Etiologi :
  • Tumor leher janin
  • Lilitan talipusat
  • Janin anensepalus
  • Kesempitan panggul dengan janin yang besar
  • Grande multipara dengan perut gantung (‘pendulous abdomen’)
Mekanisme persalinan pada presentasi muka:
Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.
Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses desensus berubah menjadi presentasi muka .
Mekanisme persalinan terdiri dari densensus – putar paksi dalam – fleksi – ekstensi dan putar paksi luar.
clip_image006
Mekanisme persalinan pada presentasi muka mentoposterior.
Terjadi putar paksi dalam sehingga dagu berputar keanterior dan lahir pervaginam
Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi.
Setelah Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi.
Setelah kepala lahir, oksiput akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul. Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala.
Pada presentasi muka, edema akan merubah bentuk wajah anak. Molase juga terjadi dan menyebabkan bertambah panjangnya diameter occipitomentalis ,
Penatalaksanaan:
Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal, persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar.
Observasi Detik Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal.
Presentasi muka sering terjadi pada panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus dilakukan.
Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi tidak boleh dikerjakan pada masa obstetri modern.
PRESENTASI DAHI
Merupakan kelainan letak defleksi dan presentasi yang sangat jarang.
Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP teraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.
clip_image008
Presentasi dahi
Pada gambar diatas, terlihat bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna.
Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.
Diagnosis
Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu atau oksiput dapat diraba dengan mudah.
Diagnosa dipastikan dengan VT dan teraba sutura frontalis – ubun-ubun besar – orbital ridges – mata atau pangkal hidung.
Etiologi
Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka.
Presentasi dahi sering merupakan keadaan “temporer” dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat berubah secara spontan menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Pada janin yang sangat kecil kecil atau panggul yang luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan mudah. Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit berlangsung oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai terjadinya molase hebat yang memperpendek diamater occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi sempurna atau ekstensi maksimum menjadi presentasi muka.
Persalinan pervaginam pada presentasi dahi yang persisten dapat berlangsung bila terdapat molase berlebihan sehingga bentuk kepala berubah. Molase berlebihan akan menyebabkan caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit.
Pada presentasi dahi yang transien, progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila tetap pada presentasi dahi, prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau jalan lahir sangat luas.
Prinsip penatalaksanaan sama dengan pada presentasi muka
LETAK LINTANG
Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu.
Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (“unstable lie”)
Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas Pintu Atas Panggul dengan bokong dan kepala berada pada fossa iliaca
Deskripsi letak lintang : akromial kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior
Angka kejadian 1 : 300 persalinan tunggal (0.3%)
clip_image011
Palpasi abdomen pada letak lintang .
Posisi akromion kanan dorso anterior
A. Leopold I , B Leopold II C. Leopold III dan D Leopold IV
Diagnosis
Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus.
Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca.
Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen.
VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala.
Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse lie.
Etiologi
  1. Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor
  2. Janin Preterm
  3. Plasenta previa
  4. Kelainan anatomis uterus
  5. Hidramnion
  6. Panggul sempit
Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara.
Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung (“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir.
Letak plasenta pada Segmen Bawah Rahim dan kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan akomodasi bagian terendah janin sehinga terjadi letak lintang.
Mekanisme persalinan
Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak mungkin berlangsung.
Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan.
Kontraksi uterus selanjutnya akan menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang dapat berakhir dengan ruptura uterus (“neglected transverse lie”)
Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae.
Penatalaksanaan
Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC.
Pada minggu ke 39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain .
Pada saat melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan secara vertikal.
clip_image013
Letak lintang kasep (“neglected transverse lie”)
Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl” ) diatas SBR yang sudah sangat menipis.
Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis sehingga regangan terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR.
PRESENTASI RANGKAP
Prolapsus lengan disamping bagian terendah janin.
Angka kejadian dan Etiologi:
Angka kejadian 1 : 700 persalinan
Keadaan ini disebabkan oleh hambatan penutupan PAP oleh kepala janin secara sempurna antara lain seperti yang terjadi pada persalinan preterm.
Prognosis dan Penatalaksanaan
Angka kematian perinatal meningkat sebagai konsekuensi dari persalinan preterm, prolapsus talipusat dan prosedur obstetrik yang traumatik.
Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena jarang mengganggu jalannya persalinan dan umumnya tangan janin secara reflektoar akan ditarik sehingga tidak lagi mengganggu jalannya persalinan.
Tindakan yang bisa dikerjakan adalah dengan mereposisi tangan dan menurunkan kepala kedalam jalan lahir secara bersamaan.
Tebes dkk (1999) melaporkan adanya janin yang mengalami nekrosis iskemik pada tangan yang selanjutnya sampai memerlukan amputasi.
clip_image015
Presentasi rangkap. Tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan biasanya desensus kepala dapat berlangsung normal