Distosia akibat Gangguan pada Jalan Lahir
PENDAHULUAN
Disproporsi fetopelvik diakibatkan
oleh kurangnya kapasitas panggul, ukuran anak yang besar atau yang paling
sering adalah kombinasi antara kedua hal tersebut.
Kurangnya diameter panggul dapat
menyebabkan distosia selama proses persalinan.
Kesempitan panggul dapat terjadi
pada : pintu atas panggul, bidang tengah
panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.
KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL
Pintu atas panggul dinyatakan sempit
bila ukuran
- Diameter antero-posterior terpendek <>
- Diameter tranversal terbesar <>
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas
Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT)
dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering
ditegakkan bila ukuran CD <>
Pengukuran
Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran
rata-rata diameter biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang
normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas
Panggul <>.
Perlu diingat bahwa ibu yang
bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam
kandungannya biasanya juga kecil.
Dalam keadaan normal, bila ketuban
masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput
ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung
bagian terendah janin terhadap servik.
Pada kasus kesempitan panggul dimana
kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik
disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum
sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan
Pintu Atas Panggul.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya
tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim
menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul
merupakan predisposisi terjadinya kelainan
presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan
panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3
kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali
lipat.
KESEMPITAN BIDANG TENGAH
PANGGUL
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan
kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan
kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada
perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan
putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah
Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan
mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina
ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian
posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi
bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal
bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya
adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah
Panggul :
- Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
- Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
- Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat
dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP.
Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah
dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari
13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter
interspinous <>
Dugaan klinik adanya kesempitan BTP
adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica
yang menyolok.
KESEMPITAN PINTU BAWAH
PANGGUL
PBP berbentuk dua buah segitiga yang
memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak
pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan
posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung
vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah
Panggul bila diameter intertuberosa <>.
Berkurangnya nilai diameter
intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II,
kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan
terjadi robekan perineum yang luas.
Distosia akibat kesempitan Pintu
Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu
disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
FRAKTURA PANGGUL dan
KONTRAKTUR
Perut
gantung
Trauma panggul akibat cedera
kecelakaan lalulintas sering terjadi.
Riwayat cedera panggul membutuhkan
evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut.
Dugaan adanya kesempitan panggul
yang dapat mengganggu persalinan per vaginam :
- Tinggi badan ( kurang dari 145 cm )
- Cara berjalan ( pincang )
- Kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis
- Perut gantung
PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
- Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
- Pengukuran diameter interspinarum menggunakan jangka pengukur Boudeloque
- Penonjolan spina ischiadica yang ditemukan saat vaginal toucher
- Sudut arcus pubis ( sudut arcus pubis lancip atau kurang dari 900 )
- [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ]
- [ Computed Tomography Scanning ]
- [ Magnetic Resonance Imaging ]
DISTOSIA AKIBAT JALAN
LAHIR LUNAK
Abnormalitas anatomik organ
reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses
persalinan.
Kelainan dapat meliputi : uterus-
servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam adneksa serta
parametrium (kista ovarium, mioma uteri).
Kelainan Uterus:
- Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
- Prolapsus uteri
- Torsi uterus
Kelainan servix uteri: jaringan
sikatrik yang menyebabkan stenosis servik
Kelainan vulva - vagina : Septum
vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma Accuminata”
Vesica urinaria dan rectum yang
penuh dapat menyebabkan distosia
Masa adneksa : mioma uteri dibagian
servik, kista ovarium
Distosia akibat gangguan tenaga persalinan
PENDAHULUAN
Tahun 2002, angka kejadian tindakan
seksio sesar – CS di USA ± 26% .
American College of Obstetricians
and Gynecologist (2003) menyatakan bahwa sekitar 60% persalinan dengan SC
dilakukan atas indikasi distosia.
Distosia atau persalinan sulit
ditandai dengan proses persalinan yang berjalan lambat. Gangguan persalinan
umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian ukuran antara bagian terendah
janin dengan jalan lahir.
Roy (2003) mengemukakan pendapatnya
bahwa tingginya diagnosa distosia merupakan akibat dari perkembangan perubahan
lingkungan yang berlangsung lebih cepat dari pada perkembangan evolusi manusia
itu sendiri.
Joseph dkk (2003) melakukan analisa
karakteristik maternal berkaitan dengan kenaikan angka kejadian SC di Nova
Scotia. Mereka melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian SC tersebut berhubungan
dengan perubahan pada usia maternal, paritas, berat badan sebelum hamil dan
pertambahan berat badan selama kehamilan.
Nuthalapaty dkk (2004) dan Wilkes
dkk (2003) mengemukakan adanya hubungan antara berat badan maternal dengan
distosia.
PANDANGAN UMUM
Distosia merupakan akibat dari 4
gangguan atau kombinasi antara :.
- Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta gangguan kontraksi otot pada kala II.
- Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin
- Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul)
- Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin
Secara sederhana, kelainan diatas
dapat secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan :
- Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu meneran
- Kelainan PASSANGER : keadaan janin
- Kelainan PASSAGE : keadaan panggul
Temuan Klinik
Tersering pada Wanita dengan Persalinan yang Tidak Efektif
- Dilatasi servik atau desensus tidak adekwat
- “Protracted Labor” - kemajuan persalinan lambat
- “Arrested Labor” - tidak terdapat kemajuan persalinan
- Usaha meneran pada kala II kurang memadai – proses meneran tidak efektif
- Disproporsi Fetopelvik
- Janin besar
- Kapasitas panggul kurang
- Kelainan letak janin
- Ketuban Pecah Dini yang tak segera diikuti dengan proses persalinan
“Over” Diagnosa
Distosia
Kombinasi dari berbagai keadaan yang
terlihat pada tabel sering mengakibatkan disfungsi persalinan. Saat
ini, terminologi “cephalopelvic disproportion” atau “failure
to progress” sering digunakan untuk menyatakan adanya proses persalinan
yang tidak efektif.
“Cephalopelvic
Disproportion”
Merupakan terminologi yang
disampaikan pada awal abad 20 untuk menjelaskan adanya partus macet yang
disebabkan oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu
sehingga persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung.
Menurut Olah dan Neilson (1994)
terminologi tersebut sebenarnya berasal dari indikasi utama tindakan SC saat
itu pada kasus kontraktur pelvik akibat penyakit rachitis.
Keadaan tersebut saat ini sudah
sangat jarang dan saat ini sebagian besar disproporsi berasal dari malposisi
kepala janin dalam panggul (asinklitismus) atau akibat gangguan
kontraksi uterus.
CPD adalah diagnosa yang sangat
tidak objektif oleh karena lebih dari 2/3 pasien dengan diagnosa CPD dan
menjalani SC, pada persalinan selanjutnya ternyata dapat melahirkan janin
spontan pervaginam yang tidak jarang lebih besar dan lebih berat dari
persalinan sebelumnya.
“Failure to Progress” (
partus tak maju )
Istilah ini menjadi terminologi
populer untuk menyatakan adanya persalinan yang tidak berlangsung secara
efektif pada persalinan spontan atau dengan induksi.
Terminologi ini biasa digunakan pada
situasi dimana kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin tidak terjadi
atau terjadi secara tidak normal.
Sudah menjadi pendapat umum sekarang
ini bahwa diagnosa distosia pada persalinan dengan SC merupakan hal yang
overdiagnosis di USA maupun di tempat lain.
Tindakan SC dengan indikasi distosia
sering menjadi hal yang bersifat kontroversial oleh karena beberapa hal :
- Penegakkan diagnosa distosia yang tak tepat
- Efek pengunaan analgesia epidural tak diperhitungkan
- Kecemasan medikolegal yang berlebihan
- Kenyamanan klinis bagi dokter atau pasien ( dokter terburu-buru atau pasien menghendaki hal yang “terbaik” bagi dirinya )
- Stimulasi oksitosin tidak diberikan dengan metode yang tepat dan benar.
Rekomendasi dari American
College of Obstetricians and Gynecologist (1995a) sebelum diagnosa
distosia ditegakkan, dilatasi servik harus sudah lebih dari 4cm.
MEKANISME DISTOSIA
Pada akhir kehamilan, agar dapat
melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim
dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di
daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah
faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap,
hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul
(fetopelvic proportion) dikatakan baik bila desensus janin sudah
terjadi.
FPD-fetopelvic disproportion menjadi
jelas bila persalinan sudah masuk kala II.
Gangguan fungsi otot uterus dapat
terjadi akibat regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed
labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara
efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan
menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara
tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut
sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan
satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam.
Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD,
harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam
dapat berhasil pada sebuah persalinan yang berdasarkan pengamatan nampaknya
berlangsung secara tidak efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa
tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama dalam menurunkan
kejadian sectio caesar.
ABNORMALITAS TENAGA
PERSALINAN
Dilatasi servik dan propulsi serta
ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya his dan usaha meneran
pada persalinan kala II.
Kurangnya intensitas satu atau kedua
faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu.
Diagnosa disfungsi uterus pada kala
I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif.
Salah satu kesalahan yang sering
dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu.
3 hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus:
- Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
- Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus.
- Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SC lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Kontraksi uterus pada persalinan
normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan
kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah servik
kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang (
Pernyataan Reynold dkk pada tahun 1948)
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari
Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset
kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri
serta pada segmen bawah rahim.
Larks (1960) menjelaskan bahwa
rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya
beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan
diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik,
diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg.
Kontraksi uterus yang berlangsung
secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi
uterus dapat dibedakan menjadi :
- Disfungsi uterus hipotonik :
- Tidak ada tonus basal
- Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous) tetapi
- Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
- Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction)
- Basal tonus meningkat dan atau
- Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari cornu.
Kontraksi
uterus hipotonik
Kontraksi
uterus hipertonik
Gangguan persalinan
kala I Fase Aktif
Gangguan persalinan secara klinis
dibagi menjadi :
- Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal (“protraction disorder”) dan atau
- Terhentinya kemajuan persalinan (“arrest disorder”)
- Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 – 4 cm
“Active phase arrest”
Handa dan Laros (1993) :
Active-phase arrest adalah bila dalam waktu ≥ 2 jam tidak terdapat
kemajuan pada dilatasi servik
Angka kejadian : 5% pada nulipara
dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini
tidak berubah sejak tahun 1950 )
His tidak adekwat adalah bila
kekuatannya <180>
“Protraction disorder”
Definisi keadaan ini lebih sulit
ditentukan.
WHO : dalam partograf dinyatakan
bahwa yang dimaksud dengan “protraction” adalah kecepatan
dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.
Kriteria “active phase arrest”
dan “protraction disorder” menurut American College of
Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :
Kriteria diagnostik persalinan
abnormal dengan gangguan persalinan macet ( arrest) dan persalinan terhambat (
protracted)
Pola persalinan
|
Nullipara
|
Multipara
|
Persalinan terhambat
|
||
- Dilatasi
|
<>
|
<>
|
- Desensus
|
<>
|
<>
|
Persalinan macet
|
||
- Tidak terjadi kemajuan dilatasi
|
> 2 jam
|
> 2 jam
|
- Tidak terjadi kemajuan desensus
|
> 1 jam
|
> 1 jam
|
Sebelum menegakkan diagnosa “arrest”
selama persalinan kala I maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi:
- Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm.
- His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik.
Gangguan persalinan kala II
Desensus kepala terutama terjadi
setelah dilatasi servik lengkap.
Sebagian besar dari “seven
cardinal movement of labor” berlangsung pada kala II.
Akibat dari adanya kelainan CPD
umumnya terlihat pada kala II.
Batas waktu kala II pada nulipara
adalah 2 jam ( 3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada
multipara adalah 1 jam ( 2 jam pada kasus dengan anestesi regional).
DERAJAT PENURUNAN
(station) PADA AWAL PERSALINAN
Engagemen = desensus diameter
biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0).
Terdapat kaitan erat antara bagian
terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian
distosia yang akan terjadi.
Gangguan “protracted”
dan atau “arrest” sering terjadi pada pasien yang memasuki
persalinan dengan station lebih dari +1 .
ETIOLOGI PENYEBAB
DISFUNGSI UTERUS
- Analgesia epidural
- Chorioamnionitis
- Posisi ibu selama persalinan
- Posisi persalinan pada kala II
PARTUS PRESIPITATUS
Hughes (1972) : partus presipitatus
adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah
awal persalinan.
Ventura dkk (2000) : angka kejadian
partus presipitatus tahun 1998 di USA sebesar 2% dan terutama terjadi pada
multipara dengan frekuensi kontraksi uterus kurang dari 2 menit.
Mahon dkk (1979) : “short labor”
adalah bila kecepatan dilatasi servik pada nulipara > 5 cm/jam dan pada
multipara 10 cm/jam.
Partus presipitatus sering berkaitan
dengan :
- Solusio plasenta
- Aspirasi mekonium.
- Perdarahan post partum.
- Apgar score rendah.
Komplikasi maternal:
- Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal.
- Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas.
- Emboli air ketuban (jarang).
- Atonia uteri dengan akibat HPP.
Komplikasi janin :
- Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat oleh karena :
- Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterin.
- Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
- Acker dkk (1988) melaporkan kejadian Erb atau Duchene paralysis pada 1/3 kasus partus presipitatus.
- Persalinan tanpa pertolongan yang baik akan menyebabkan cedera pada janin akibat terjatuh dilantai atau tidak dapat segera memperoleh resusitasi bila diperlukan.
Penatalaksanaan
- Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung.
- Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.
Distosia akibat kelainan pada Janin
PENDAHULUAN
Gangguan terhadap jalannya proses
persalinan dapat disebabkan oleh kelainan presentasi, posisi dan perkembangan janin
intrauterin.
Diagnosa distosia akibat janin bukan
hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang besar, janin dengan ukuran
normal namun dengan kelainan pada presentasi intra uterin tidak jarang
menyebabkan gangguan proses persalinan.
UKURAN JANIN PADA DISPROPORSI
FETOPELVIK
Pada edisi awal dari Williams
Obstetrics, yang dimaksud dengan berat badan berlebihan pada janin adalah
bila berat badan mencapai 5000 gram. Pada edisi ke 7 sampai ke 13 kriteria
berat badan janin berlebih adalah 4500 gram.
Parkland Hospital : 2/3 neonatus
yang dilahirkan perabdominal (SC) pasca persalinan ekstraksi forsep yang gagal
memiliki berat badan 3700 gram.
Disproporsi fetopelvik bukan hanya
disebabkan oleh berat badan janin yang besar, kelainan letak seperti posisio
oksipitalis posterior, presentasi muka , presentasi dahi juga dapat menyebabkan
hambatan persalinan.
Penilaian Ukuran Kepala Janin
Upaya untuk meramalkan adanya
Disproporsi Fetopelvik - FPD secara klinis dan radiologis atas dasar ukuran
kepala janin tidak memberi hasil memuaskan.
Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi
terhadap maneuver Mueller- Hillis dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara distosia dengan kegagalan desensus kepala janin.
Ferguson dkk ( 1998) menyatakan
bahwa sensitivitas dalam meramalkan adanya CPD dengan menggunakan index
fetopelvic ( yang dikemukakan oleh Thurnau dkk 1991) sangat kurang.
Sampai saat ini tidak ada metode
terbaik untuk meramalkan secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala
janin.
PRESENTASI MUKA
Merupakan kelainan deflkeksi kepala.
Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala
sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian maka yang
merupakan bagian terendah janin adalah mentum.
Dalam kaitannya dengan simfisis
pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior
atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi
muka mento-posterior, proses persalinan pervaginam terganggu akibat bregma
(dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan
fleksi kepala agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka
persalinan muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.
Presentasi
Muka
Mentoposterior,
dagu berada dibagian posterior .
Persalinan
pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior.
Bila dagu berada di anterior,
persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung pervaginam melalui
gerakan fleksi kepala.
Pada sejumlah kasus presentasi muka
dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut.
Pada tahun 1995 sampai 1999 , angka
kejadian presentasi muka di Parkland Hospital sekitar 1 : 2000 persalinan.
Pemeriksaan
Radiologis pada presentasi muka
Diagnosis:
Diagnosa presentasi muka ditegakkan
melalui pemeriksaan VT dengan meraba adanya mulut – hidung – tulang rahang atas
dan “orbital ridges”.
Kadang perlu dibedakan dengan
presentasi bokong dimana dapat teraba adanya anus dan tuber-ischiadica yang
sering keliru dengan mulut dan tulang rahang atas.
Pemeriksaan radiologis dapat menampakkan
gambaran hiperekstensi kepala yang jelas dan tulang muka diatas pintu atas
panggul.
Etiologi :
- Tumor leher janin
- Lilitan talipusat
- Janin anensepalus
- Kesempitan panggul dengan janin yang besar
- Grande multipara dengan perut gantung (‘pendulous abdomen’)
Mekanisme persalinan pada presentasi
muka:
Presentasi muka jarang terjadi bila
kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.
Umumnya keadaan diawali dengan
presentasi dahi yang kemudian pada proses desensus berubah menjadi presentasi
muka .
Mekanisme persalinan terdiri dari
densensus – putar paksi dalam – fleksi – ekstensi dan putar paksi luar.
Mekanisme
persalinan pada presentasi muka mentoposterior.
Terjadi
putar paksi dalam sehingga dagu berputar keanterior dan lahir pervaginam
Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar
dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena hanya pada posisi ini kepala
janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi.
Setelah Putar Paksi Dalam dagu
kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan
mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi.
Setelah kepala lahir, oksiput akan
mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul.
Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala.
Pada presentasi muka, edema akan
merubah bentuk wajah anak. Molase juga terjadi dan menyebabkan bertambah
panjangnya diameter occipitomentalis ,
Penatalaksanaan:
Bila ukuran panggul normal dan
kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal, persalinan pervaginam
pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar.
Observasi Detik Jantung Janin
dilakukan dengan monitor eksternal.
Presentasi muka sering terjadi pada
panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus
dilakukan.
Usaha untuk merubah presentasi muka
menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi
dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi
tidak boleh dikerjakan pada masa obstetri modern.
PRESENTASI DAHI
Merupakan kelainan letak defleksi
dan presentasi yang sangat jarang.
Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP
teraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.
Presentasi
dahi
Pada gambar diatas, terlihat
bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna.
Kecuali pada kepala yang kecil atau
panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam
pervaginam tak mungkin terjadi.
Diagnosis
Presentasi dapat dikenali melalui
pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu atau oksiput dapat diraba dengan mudah.
Diagnosa dipastikan dengan VT dan
teraba sutura frontalis – ubun-ubun besar – orbital ridges – mata atau pangkal
hidung.
Etiologi
Etiologi sama dengan penyebab
presentasi muka.
Presentasi dahi sering merupakan
keadaan “temporer” dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat berubah
secara spontan menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Pada janin yang sangat kecil kecil
atau panggul yang luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan mudah.
Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit berlangsung
oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai terjadinya molase hebat yang
memperpendek diamater occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi sempurna
atau ekstensi maksimum menjadi presentasi muka.
Persalinan pervaginam pada
presentasi dahi yang persisten dapat berlangsung bila terdapat molase
berlebihan sehingga bentuk kepala berubah. Molase berlebihan akan menyebabkan
caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit.
Pada presentasi dahi yang transien,
progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila tetap pada presentasi dahi,
prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau
jalan lahir sangat luas.
Prinsip penatalaksanaan sama dengan
pada presentasi muka
LETAK LINTANG
Sumbu panjang janin tegak lurus
dengan sumbu panjang tubuh ibu.
Kadang-kadang sudut yang ada tidak
tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat
sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi
bokong (“unstable lie”)
Pada letak lintang, bahu biasanya
berada diatas Pintu Atas Panggul dengan bokong dan kepala berada pada fossa
iliaca
Deskripsi letak lintang : akromial
kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior
Angka kejadian 1 : 300 persalinan
tunggal (0.3%)
Palpasi
abdomen pada letak lintang .
Posisi
akromion kanan dorso anterior
A.
Leopold I , B Leopold II C. Leopold III dan D Leopold IV
Diagnosis
Diagnosa biasanya mudah dan
kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana abdomen terlihat melebar dengan
fundus uteri sedikit diatas umbilikus.
Tidak ada kutub janin yang teraba
dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca.
Pada dorso-posterior, teraba bagian
kecil pada palpasi dinding abdomen.
VT pada persalinan dini dapat meraba
tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah maka dapat teraba skapula
dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala.
Pada persalinan lanjut, bahu
terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai prolapsus lengan dan
keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse lie.
Etiologi
- Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor
- Janin Preterm
- Plasenta previa
- Kelainan anatomis uterus
- Hidramnion
- Panggul sempit
Wanita yang sudah mengalami
persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan mengalami
kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara.
Kekendoran otot abdomen yang
mengakibatkan perut gantung (“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan
uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan
lahir.
Letak plasenta pada Segmen Bawah
Rahim dan kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan akomodasi bagian
terendah janin sehinga terjadi letak lintang.
Mekanisme persalinan
Persalinan spontan pervaginam pada
janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak mungkin berlangsung.
Setelah selaput ketuban pecah,
lengan janin memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan.
Kontraksi uterus selanjutnya akan
menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang
dapat berakhir dengan ruptura uterus (“neglected transverse lie”)
Bila janin kecil (kurang dari 800
gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat berlangsung bila his
yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan persalinan
berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae.
Penatalaksanaan
Presentasi lintang pada awal
persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC.
Pada minggu ke 39 sebelum persalinan
atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan
tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain .
Pada saat melakukan SC, akibat
terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan
secara vertikal.
Letak
lintang kasep (“neglected transverse lie”)
Terdapat
lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl” ) diatas SBR yang sudah
sangat menipis.
Tekanan
His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis
sehingga regangan terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR.
PRESENTASI RANGKAP
Prolapsus lengan disamping bagian
terendah janin.
Angka kejadian dan Etiologi:
Angka kejadian 1 : 700 persalinan
Keadaan ini disebabkan oleh hambatan
penutupan PAP oleh kepala janin secara sempurna antara lain seperti yang
terjadi pada persalinan preterm.
Prognosis dan Penatalaksanaan
Angka kematian perinatal meningkat
sebagai konsekuensi dari persalinan preterm, prolapsus talipusat dan prosedur
obstetrik yang traumatik.
Pada sebagian besar kasus,
penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena jarang mengganggu jalannya
persalinan dan umumnya tangan janin secara reflektoar akan ditarik sehingga
tidak lagi mengganggu jalannya persalinan.
Tindakan yang bisa dikerjakan adalah
dengan mereposisi tangan dan menurunkan kepala kedalam jalan lahir secara
bersamaan.
Tebes dkk (1999) melaporkan adanya
janin yang mengalami nekrosis iskemik pada tangan yang selanjutnya sampai
memerlukan amputasi.
Presentasi
rangkap. Tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan biasanya desensus
kepala dapat berlangsung normal
Tidak ada komentar :
Posting Komentar