Kamis, 10 April 2014

DISTOSIA


Distosia akibat Gangguan pada Jalan Lahir

PENDAHULUAN

Disproporsi fetopelvik diakibatkan oleh kurangnya kapasitas panggul, ukuran anak yang besar atau yang paling sering adalah kombinasi antara kedua hal tersebut.
Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia selama proses persalinan.
Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.

KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL

Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
  • Diameter antero-posterior terpendek <>
  • Diameter tranversal terbesar <>
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD <>
Pengukuran Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul <>.
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil.
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik.
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.

KESEMPITAN BIDANG TENGAH PANGGUL
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
  • Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
  • Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
  • Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP.
Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous <>
Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.

KESEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa <>.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas.
Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.

FRAKTURA PANGGUL dan KONTRAKTUR

Perut gantung
Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi.
Riwayat cedera panggul membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut.
Dugaan adanya kesempitan panggul yang dapat mengganggu persalinan per vaginam :
  1. Tinggi badan ( kurang dari 145 cm )
  2. Cara berjalan ( pincang )
  3. Kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis
  4. Perut gantung

PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
  1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
  2. Pengukuran diameter interspinarum menggunakan jangka pengukur Boudeloque
  3. Penonjolan spina ischiadica yang ditemukan saat vaginal toucher
  4. Sudut arcus pubis ( sudut arcus pubis lancip atau kurang dari 900 )
  5. [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ]
  6. [ Computed Tomography Scanning ]
  7. [ Magnetic Resonance Imaging ]

DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK
Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan.
Kelainan dapat meliputi : uterus- servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri).
Kelainan Uterus:
  • Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
  • Prolapsus uteri
  • Torsi uterus
Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik
Kelainan vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma Accuminata”
Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia
Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium 



 

Distosia akibat gangguan tenaga persalinan

PENDAHULUAN
Tahun 2002, angka kejadian tindakan seksio sesar – CS di USA ± 26% .
American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) menyatakan bahwa sekitar 60% persalinan dengan SC dilakukan atas indikasi distosia.
Distosia atau persalinan sulit ditandai dengan proses persalinan yang berjalan lambat. Gangguan persalinan umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian ukuran antara bagian terendah janin dengan jalan lahir.
Roy (2003) mengemukakan pendapatnya bahwa tingginya diagnosa distosia merupakan akibat dari perkembangan perubahan lingkungan yang berlangsung lebih cepat dari pada perkembangan evolusi manusia itu sendiri.
Joseph dkk (2003) melakukan analisa karakteristik maternal berkaitan dengan kenaikan angka kejadian SC di Nova Scotia. Mereka melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian SC tersebut berhubungan dengan perubahan pada usia maternal, paritas, berat badan sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan.
Nuthalapaty dkk (2004) dan Wilkes dkk (2003) mengemukakan adanya hubungan antara berat badan maternal dengan distosia.
PANDANGAN UMUM
Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau kombinasi antara :.
  1. Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta gangguan kontraksi otot pada kala II.
  2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin
  3. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul)
  4. Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin
Secara sederhana, kelainan diatas dapat secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan :
  1. Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu meneran
  2. Kelainan PASSANGER : keadaan janin
  3. Kelainan PASSAGE : keadaan panggul
Temuan Klinik Tersering pada Wanita dengan Persalinan yang Tidak Efektif
  1. Dilatasi servik atau desensus tidak adekwat
    1. “Protracted Labor” - kemajuan persalinan lambat
    2. “Arrested Labor” - tidak terdapat kemajuan persalinan
    3. Usaha meneran pada kala II kurang memadai – proses meneran tidak efektif
  2. Disproporsi Fetopelvik
    1. Janin besar
    2. Kapasitas panggul kurang
    3. Kelainan letak janin
  3. Ketuban Pecah Dini yang tak segera diikuti dengan proses persalinan

“Over” Diagnosa Distosia
Kombinasi dari berbagai keadaan yang terlihat pada tabel sering mengakibatkan disfungsi persalinan. Saat ini, terminologi “cephalopelvic disproportion” atau “failure to progress” sering digunakan untuk menyatakan adanya proses persalinan yang tidak efektif.

“Cephalopelvic Disproportion”
Merupakan terminologi yang disampaikan pada awal abad 20 untuk menjelaskan adanya partus macet yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu sehingga persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung.
Menurut Olah dan Neilson (1994) terminologi tersebut sebenarnya berasal dari indikasi utama tindakan SC saat itu pada kasus kontraktur pelvik akibat penyakit rachitis.
Keadaan tersebut saat ini sudah sangat jarang dan saat ini sebagian besar disproporsi berasal dari malposisi kepala janin dalam panggul (asinklitismus) atau akibat gangguan kontraksi uterus.
CPD adalah diagnosa yang sangat tidak objektif oleh karena lebih dari 2/3 pasien dengan diagnosa CPD dan menjalani SC, pada persalinan selanjutnya ternyata dapat melahirkan janin spontan pervaginam yang tidak jarang lebih besar dan lebih berat dari persalinan sebelumnya.

“Failure to Progress” ( partus tak maju )
Istilah ini menjadi terminologi populer untuk menyatakan adanya persalinan yang tidak berlangsung secara efektif pada persalinan spontan atau dengan induksi.
Terminologi ini biasa digunakan pada situasi dimana kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin tidak terjadi atau terjadi secara tidak normal.
Sudah menjadi pendapat umum sekarang ini bahwa diagnosa distosia pada persalinan dengan SC merupakan hal yang overdiagnosis di USA maupun di tempat lain.
Tindakan SC dengan indikasi distosia sering menjadi hal yang bersifat kontroversial oleh karena beberapa hal :
  • Penegakkan diagnosa distosia yang tak tepat
  • Efek pengunaan analgesia epidural tak diperhitungkan
  • Kecemasan medikolegal yang berlebihan
  • Kenyamanan klinis bagi dokter atau pasien ( dokter terburu-buru atau pasien menghendaki hal yang “terbaik” bagi dirinya )
  • Stimulasi oksitosin tidak diberikan dengan metode yang tepat dan benar.
Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (1995a) sebelum diagnosa distosia ditegakkan, dilatasi servik harus sudah lebih dari 4cm.
MEKANISME DISTOSIA
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila desensus janin sudah terjadi.
FPD-fetopelvic disproportion menjadi jelas bila persalinan sudah masuk kala II.
Gangguan fungsi otot uterus dapat terjadi akibat regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang berdasarkan pengamatan nampaknya berlangsung secara tidak efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama dalam menurunkan kejadian sectio caesar.
ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN
Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya his dan usaha meneran pada persalinan kala II.
Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu.
Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu.
3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus:
  1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
  2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus.
  3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SC lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang ( Pernyataan Reynold dkk pada tahun 1948)
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada segmen bawah rahim.
Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg.
Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
  1. Disfungsi uterus hipotonik :
    1. Tidak ada tonus basal
    2. Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous) tetapi
    3. Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
  2. Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction)
    1. Basal tonus meningkat dan atau
    2. Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari cornu.
Kontraksi uterus hipotonik
Kontraksi uterus hipertonik
Gangguan persalinan kala I Fase Aktif
Gangguan persalinan secara klinis dibagi menjadi :
  • Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal (“protraction disorder”) dan atau
  • Terhentinya kemajuan persalinan (“arrest disorder”)
  • Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 – 4 cm
“Active phase arrest”
Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu ≥ 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik
Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 )
His tidak adekwat adalah bila kekuatannya <180>

“Protraction disorder”
Definisi keadaan ini lebih sulit ditentukan.
WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “protraction” adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.
Kriteria “active phase arrest” dan “protraction disorder” menurut American College of Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :
Kriteria diagnostik persalinan abnormal dengan gangguan persalinan macet ( arrest) dan persalinan terhambat ( protracted)
Pola persalinan
Nullipara
Multipara



Persalinan terhambat


- Dilatasi
<> 
<> 
- Desensus
<> 
<> 



Persalinan macet


- Tidak terjadi kemajuan dilatasi
> 2 jam
> 2 jam
- Tidak terjadi kemajuan desensus
> 1 jam
> 1 jam
Sebelum menegakkan diagnosa “arrest” selama persalinan kala I maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi:
  1. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm.
  2. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik.
Gangguan persalinan kala II
Desensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap.
Sebagian besar dari “seven cardinal movement of labor” berlangsung pada kala II.
Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II.
Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam ( 3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam ( 2 jam pada kasus dengan anestesi regional).
DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN
Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0).
Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi.
Gangguan “protracted” dan atau “arrest” sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 .
ETIOLOGI PENYEBAB DISFUNGSI UTERUS
  1. Analgesia epidural
  2. Chorioamnionitis
  3. Posisi ibu selama persalinan
  4. Posisi persalinan pada kala II
PARTUS PRESIPITATUS
Hughes (1972) : partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam setelah awal persalinan.
Ventura dkk (2000) : angka kejadian partus presipitatus tahun 1998 di USA sebesar 2% dan terutama terjadi pada multipara dengan frekuensi kontraksi uterus kurang dari 2 menit.
Mahon dkk (1979) : “short labor” adalah bila kecepatan dilatasi servik pada nulipara > 5 cm/jam dan pada multipara 10 cm/jam.
Partus presipitatus sering berkaitan dengan :
  • Solusio plasenta
  • Aspirasi mekonium.
  • Perdarahan post partum.
  • Apgar score rendah.
Komplikasi maternal:
  • Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal.
  • Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas.
  • Emboli air ketuban (jarang).
  • Atonia uteri dengan akibat HPP.
Komplikasi janin :
  1. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat oleh karena :
    1. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterin.
    2. Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
  2. Acker dkk (1988) melaporkan kejadian Erb atau Duchene paralysis pada 1/3 kasus partus presipitatus.
  3. Persalinan tanpa pertolongan yang baik akan menyebabkan cedera pada janin akibat terjatuh dilantai atau tidak dapat segera memperoleh resusitasi bila diperlukan.
Penatalaksanaan
  • Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung.
  • Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan. 

Distosia akibat kelainan pada Janin

PENDAHULUAN
Gangguan terhadap jalannya proses persalinan dapat disebabkan oleh kelainan presentasi, posisi dan perkembangan janin intrauterin.
Diagnosa distosia akibat janin bukan hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang besar, janin dengan ukuran normal namun dengan kelainan pada presentasi intra uterin tidak jarang menyebabkan gangguan proses persalinan.
UKURAN JANIN PADA DISPROPORSI FETOPELVIK
Pada edisi awal dari Williams Obstetrics, yang dimaksud dengan berat badan berlebihan pada janin adalah bila berat badan mencapai 5000 gram. Pada edisi ke 7 sampai ke 13 kriteria berat badan janin berlebih adalah 4500 gram.
Parkland Hospital : 2/3 neonatus yang dilahirkan perabdominal (SC) pasca persalinan ekstraksi forsep yang gagal memiliki berat badan 3700 gram.
Disproporsi fetopelvik bukan hanya disebabkan oleh berat badan janin yang besar, kelainan letak seperti posisio oksipitalis posterior, presentasi muka , presentasi dahi juga dapat menyebabkan hambatan persalinan.
Penilaian Ukuran Kepala Janin
Upaya untuk meramalkan adanya Disproporsi Fetopelvik - FPD secara klinis dan radiologis atas dasar ukuran kepala janin tidak memberi hasil memuaskan.
Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi terhadap maneuver Mueller- Hillis dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara distosia dengan kegagalan desensus kepala janin.
Ferguson dkk ( 1998) menyatakan bahwa sensitivitas dalam meramalkan adanya CPD dengan menggunakan index fetopelvic ( yang dikemukakan oleh Thurnau dkk 1991) sangat kurang.
Sampai saat ini tidak ada metode terbaik untuk meramalkan secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala janin.
PRESENTASI MUKA
Merupakan kelainan deflkeksi kepala. Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian maka yang merupakan bagian terendah janin adalah mentum.
Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses persalinan pervaginam terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.
Presentasi Muka
Mentoposterior, dagu berada dibagian posterior .
Persalinan pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior.
Bila dagu berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala.
Pada sejumlah kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut.
Pada tahun 1995 sampai 1999 , angka kejadian presentasi muka di Parkland Hospital sekitar 1 : 2000 persalinan.
Pemeriksaan Radiologis pada presentasi muka
Diagnosis:
Diagnosa presentasi muka ditegakkan melalui pemeriksaan VT dengan meraba adanya mulut – hidung – tulang rahang atas dan “orbital ridges”.
Kadang perlu dibedakan dengan presentasi bokong dimana dapat teraba adanya anus dan tuber-ischiadica yang sering keliru dengan mulut dan tulang rahang atas.
Pemeriksaan radiologis dapat menampakkan gambaran hiperekstensi kepala yang jelas dan tulang muka diatas pintu atas panggul.
Etiologi :
  • Tumor leher janin
  • Lilitan talipusat
  • Janin anensepalus
  • Kesempitan panggul dengan janin yang besar
  • Grande multipara dengan perut gantung (‘pendulous abdomen’)
Mekanisme persalinan pada presentasi muka:
Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.
Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses desensus berubah menjadi presentasi muka .
Mekanisme persalinan terdiri dari densensus – putar paksi dalam – fleksi – ekstensi dan putar paksi luar.
clip_image006
Mekanisme persalinan pada presentasi muka mentoposterior.
Terjadi putar paksi dalam sehingga dagu berputar keanterior dan lahir pervaginam
Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi.
Setelah Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi.
Setelah kepala lahir, oksiput akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul. Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala.
Pada presentasi muka, edema akan merubah bentuk wajah anak. Molase juga terjadi dan menyebabkan bertambah panjangnya diameter occipitomentalis ,
Penatalaksanaan:
Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal, persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar.
Observasi Detik Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal.
Presentasi muka sering terjadi pada panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus dilakukan.
Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi tidak boleh dikerjakan pada masa obstetri modern.
PRESENTASI DAHI
Merupakan kelainan letak defleksi dan presentasi yang sangat jarang.
Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP teraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.
clip_image008
Presentasi dahi
Pada gambar diatas, terlihat bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna.
Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.
Diagnosis
Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu atau oksiput dapat diraba dengan mudah.
Diagnosa dipastikan dengan VT dan teraba sutura frontalis – ubun-ubun besar – orbital ridges – mata atau pangkal hidung.
Etiologi
Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka.
Presentasi dahi sering merupakan keadaan “temporer” dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat berubah secara spontan menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Pada janin yang sangat kecil kecil atau panggul yang luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan mudah. Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit berlangsung oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai terjadinya molase hebat yang memperpendek diamater occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi sempurna atau ekstensi maksimum menjadi presentasi muka.
Persalinan pervaginam pada presentasi dahi yang persisten dapat berlangsung bila terdapat molase berlebihan sehingga bentuk kepala berubah. Molase berlebihan akan menyebabkan caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit.
Pada presentasi dahi yang transien, progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila tetap pada presentasi dahi, prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau jalan lahir sangat luas.
Prinsip penatalaksanaan sama dengan pada presentasi muka
LETAK LINTANG
Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu.
Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (“unstable lie”)
Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas Pintu Atas Panggul dengan bokong dan kepala berada pada fossa iliaca
Deskripsi letak lintang : akromial kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior
Angka kejadian 1 : 300 persalinan tunggal (0.3%)
clip_image011
Palpasi abdomen pada letak lintang .
Posisi akromion kanan dorso anterior
A. Leopold I , B Leopold II C. Leopold III dan D Leopold IV
Diagnosis
Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus.
Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca.
Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen.
VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala.
Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse lie.
Etiologi
  1. Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor
  2. Janin Preterm
  3. Plasenta previa
  4. Kelainan anatomis uterus
  5. Hidramnion
  6. Panggul sempit
Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara.
Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung (“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir.
Letak plasenta pada Segmen Bawah Rahim dan kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan akomodasi bagian terendah janin sehinga terjadi letak lintang.
Mekanisme persalinan
Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak mungkin berlangsung.
Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan.
Kontraksi uterus selanjutnya akan menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang dapat berakhir dengan ruptura uterus (“neglected transverse lie”)
Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae.
Penatalaksanaan
Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC.
Pada minggu ke 39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain .
Pada saat melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan secara vertikal.
clip_image013
Letak lintang kasep (“neglected transverse lie”)
Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl” ) diatas SBR yang sudah sangat menipis.
Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis sehingga regangan terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR.
PRESENTASI RANGKAP
Prolapsus lengan disamping bagian terendah janin.
Angka kejadian dan Etiologi:
Angka kejadian 1 : 700 persalinan
Keadaan ini disebabkan oleh hambatan penutupan PAP oleh kepala janin secara sempurna antara lain seperti yang terjadi pada persalinan preterm.
Prognosis dan Penatalaksanaan
Angka kematian perinatal meningkat sebagai konsekuensi dari persalinan preterm, prolapsus talipusat dan prosedur obstetrik yang traumatik.
Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena jarang mengganggu jalannya persalinan dan umumnya tangan janin secara reflektoar akan ditarik sehingga tidak lagi mengganggu jalannya persalinan.
Tindakan yang bisa dikerjakan adalah dengan mereposisi tangan dan menurunkan kepala kedalam jalan lahir secara bersamaan.
Tebes dkk (1999) melaporkan adanya janin yang mengalami nekrosis iskemik pada tangan yang selanjutnya sampai memerlukan amputasi.
clip_image015
Presentasi rangkap. Tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan biasanya desensus kepala dapat berlangsung normal




Tidak ada komentar :

Posting Komentar