KETUBAN PECAH DINI
- I. DEFINISI
Ada bermacam-macam batasan, teori
dan definisi mengenai KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila
ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan , ada teori yang
menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam
sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada
kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm
dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum
terjadi inpartu.Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diaras 37
minggu,sedangakan 36 minggu tidak terlalu banyak.
(Prof.dr.I.B.G.Manuaba)
Ketuban pecah dini atau
spontaneous/early/premature rupture of the membrane(PROM)adalah pecahnya
ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3cm dan
pada multipara kurang dari 5cm.(Sinopsis Obsteri jilid 2)
Ketuban dinyatakan pecah dini yaitu
ketuban pecah bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung(Sarwono
Prawirohardjo).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya
cairan dari jalan lahir/vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan
terjadi sebelum proses persalinan pecahnya selaput ketuban dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum 37 minggu maupun aterm.(Saipudin Abdul
Bari).
- II. PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dini berhubungan
dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan
berulang. Membran yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek
fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini
disebut “ restricted zone of extreme altered morphology” yang ditandai dengan
adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan
kompakta, fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban
pecah dini dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban
pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini preterm terutama pada
pasien dengan resiko tinggi
- III. ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang
KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan banyak faktor-faktor yang berhubungan
erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4.Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
5.Keadaan sosial ekonomi
Faktor lain yang dapat memicu terjadinya KPD:
a.Faktor golonngan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
b.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4.Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
5.Keadaan sosial ekonomi
Faktor lain yang dapat memicu terjadinya KPD:
a.Faktor golonngan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
b.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
Faktor Risiko.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosio ekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinanpreterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri ( misal polihidramnion dan gemelli ) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosio ekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinanpreterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri ( misal polihidramnion dan gemelli ) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini.
Beberapa faktor risiko yang memicu
terjadinya ketuban pecah dini ialah :
1. Kehamilan multiple : kembar dua (
50%) , kembar tiga ( 90 %).
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x
3. Tindakan segama : tidak berpengaruh kepada resiko, kecuali jika hygiene buruk , predisposisi terhadap infeksi.
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x )
5. Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensi 7 % )
6. PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)
7. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% ( vs 7%)
8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83% ( vs 19% )
10. Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x
3. Tindakan segama : tidak berpengaruh kepada resiko, kecuali jika hygiene buruk , predisposisi terhadap infeksi.
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x )
5. Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensi 7 % )
6. PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)
7. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% ( vs 7%)
8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83% ( vs 19% )
10. Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.
- IV. GEJALA DAN TANDA
- Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina
- Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
- Jika duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
- Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
- V. MANIFESTASI KLINIS
- Keluar air ketuban warna putih keruh,jernih,kuning,hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
- Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
- Janin mudah diraba
- Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada,air ketuban sudah kering.
- Inspekulo ,tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
Setelah ketuban pecah dini pada
kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai persalinan dalam 24 jam, dan
95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm, periode latensi dari
ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional,
misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi
sekitar 12 hari. Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi
berkisar hanya 4 hari.
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.
- VI. DIAGNOSA
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat
sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi
seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya
tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan
tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir dan darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. ,karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5.Pemeriksaan Penunjang
5.1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir dan darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. ,karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5.Pemeriksaan Penunjang
5.1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
- VII. PROGNOSA
Prognogis: Bila jarak pecahnya ketuban dengan partus:
- 24 jam -> kematian perinatal 2x
- 48 jam -> kematian perrinatal meningkat 3x
- VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kehamilan dengan
komplikasi ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas
immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan resiko infeksi
terhadap ibu dan janin.Penatalaksanaannya meliputi:
1. Medikasi
• Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8 – 4,6% ). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason ( celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
• Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.
• Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi
• Masa gestasi dibawah 24 minggu
1. Medikasi
• Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8 – 4,6% ). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason ( celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
• Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.
• Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi
• Masa gestasi dibawah 24 minggu
Sebagian besar pasien akan mengalami
persalinan dalam 1 minggu bila terjadi ketuban pecah dini dengan periode
latensi sekitar 6 hari , dan sebagian besar yang lahir biasanya mengalami
banyak masalah seperti penyakit paru kronik, gangguan neurology dan
perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban
pecah dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada mereka
yang lahir di minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir setelah maa gestasi
26 mingu. Pasien harus mendapat konseling mengenai manfaat dan risiko
penatalaksanaan akan kemungkinan bayi tidak dapat bertahan secara normal.
• Masa gestasi 24 – 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak bermanfaat.
• Masa gestasi 32 – 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
• Masa gestasi 34 – 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.
• Masa gestasi 24 – 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak bermanfaat.
• Masa gestasi 32 – 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
• Masa gestasi 34 – 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.
KETUBAN PECAH
|
|||
≤ 37 MINGGU
|
≥ 37 MINGGU
|
||
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
|
|||
ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN
|
|||
Profilaksis
|
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
|
Stop antibiotic
|
Lanjutkan untuk 24-48 jam setelah
bebas panas
|
Tidak perlu antibiotik
|
Penanganan Ketuban Pecah di Rumah :
- Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
- Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
- Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
- Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
- Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Tidak ada komentar :
Posting Komentar