MASA
NIFAS
Oleh: Dr.Irsyad
Herminofa al-Hajj
PENDAHULUAN
Puerperium (masa nifas) atau periode
pasca persalinan umumnya berlangsung selama 6 – 12 minggu.
Puerperium adalah periode pemulihan
dari perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan.
Puerperium dapat dibagi menjadi :
- Periode pasca persalinan : 24 jam pasca persalinan.
- Periode puerperium dini : minggu pertama pasca persalinan.
- Periode puerperium lanjut : sampai 6 minggu pasca persalinan.
PERUBAHAN FISIOLOGI
dan ANATOMI
Perubahan endokrin yang terjadi
selama kehamilan akan terjadi secara cepat Hpl- human Placental Lactogen serum
tidak terdeteksi dalam waktu 2 hari dan hCG- Human Chorionic Gonadotropin tidak
terdeteksi dalam waktu 10 hari pasca persalinan.
Kadar estrogen dan progesteron serum
menurun sejak 3 hari pasca persalinan dan mencapai nilai pra-kehamilan pada
hari ke 7. Nilai tersebut akan menetap bila pasien memberikan ASI ; bila tidak
memberikan ASI estradiol akan mulai meningkat dan menyebabkan pertumbuhan
folikel.
Pada pasien yang memberikan ASI,
kadar human Prolactin-hPr akan meningkat.
Sistem kardiovaskular akan kembali
pada nilai sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu pasca persalinan.
Pada 24 jam pertama terjadi “hypervolemic
state” akibat adanya pergeseran cairan ekstravaskular kedalam ruang
intravaskular. Volume darah dan plasma normal kembali pada minggu kedua.
Sampai pada 10 hari pertama pasca
persalinan, peningkatan faktor pembekuan dalam kehamilan akan menetap dan
diimbangi dengan kenaikan aktivitas fibrinolisis.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA
TRAKTUS GENITALIA
Dinding vagina edematous, kebiruan
serta kendor dan tonus kembali kearah normal setelah 1 – 2 minggu.
Pada akhir kala III, besar uterus
setara dengan ukuran kehamilan 20 minggu dengan berat 1000 gram. Pada akhir
minggu pertama berat uterus mencapai 500 gram.
Pada hari ke 12, uterus sudah tidak
dapat diraba melalui palpasi abdomen.
Perubahan
involusi tinggi fundus uteri dan ukuran uterus selama 10 hari pasca persalinan
“placental site” mengecil dan dalam waktu 10 hari diameternya kira-kira 2.5
cm.
Lochia yang terjadi sampai 3 – 4
hari pasca persalinan terdiri dari darah, sisa trofoblas dan desidua coklat
kemerahan yang disebut lochia rubra.
Selanjutnya berubah menjadi lochia
serosa yang seromukopurulen dan berbau khas.
Selama minggu II dan III, lochia
menjadi kental dan putih kekuningan yang disebut lochia alba terdiri
dari leukosit dan sel desidua yang mengalami degenerasi. Setelah minggu 5 – 6,
sekresi lochia menghilang yang menunjukkan bahwa proses penyembuhan endometrium
sudah hampir sempurna.
PRINSIP PENATALAKSANAAN
PUERPERIUM
Pasca persalinan, bila pasien
menghendaki maka diperkenankan untuk berjalan-jalan, pergi ke kamar mandi bila
perlu dan istirahat kembali bila merasa lelah.
Sebagian besar pasien menghendaki
untuk beristirahat total ditempat tidur selama 24 jam terutama bila dia juga
mengalami cedera perineum yang luas.
Fungsi perawatan medis adalah:
- Memberikan fasilitas agar proses penyembuhan fisik dan psikis berlangsung dengan normal.
- Mengamati jalannya proses involus uterus.
- Membantu ibu untuk dapat memberikan ASI.
- Membantu dan memberi petunjuk kepada ibu dalam merawat neonatus.
Tak ada waktu yang baku mengenai
lama perawatan pasca persalinan, diperkirakan bahwa semakin lama tinggal di
rumah sakit, proses laktasi menjadi semakin baik.
PERAWATAN PUERPERIUM DI RUMAH SAKIT
Ambulasi dini membuat perawatan
nifas menjadi lebih sederhana.
Pemeriksaan meliputi :
- Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pernafasan secara teratur.
- Inspeksi perineum setiap hari untuk melihat proses penyembuhan.
- Pada pasien dengan cedera perineum luas perlu diberikan analgesik.
- Penilaian jumlah dan sifat lochia.
- Penilaian proses involusi dengan menentukan tinggi fundus uteri.
- Analgesik mungkin juga diperlukan bila ada keluhan nyeri akibat kontraksi uterus terutama saat laktasi.
MASALAH TRAKTUS URINARIUS
24 jam pasca persalinan, pasien
umumnya menderita keluhan miksi akibat depresi pada reflek aktivitas detrussor
yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan.
Keluhan ini bertambah hebat oleh
karena adanya fase diuresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine dapat
diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada
pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko
serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
10% pasien pasca persalinan
menderita inkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang
kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk
mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar
panggul.
Retensio Urine
- Sensasi dan kemampuan pengosongan kandung kemih terganggu akibat anaestesi atau analgesi.
- Ching-chung dkk (2002) : angka kejadian retensio urine pasca persalinan 4%
- Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dauer catheter selama 24 jam
- Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka nampaknya ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4jam kemudian , bila volume urine < 200 ml – kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa
Retensio urine kemungkinan oleh
karena hematoma atau edema daerah sekitar urtehra sehingga terapi meliputi :
antibiotika dan obat anti inflamasi,
MASALAH PENCERNAAN
Sejumlah pasien pasca persalinan
mengeluh konstipasi yang biasanya tidak memerlukan intervensi medis. Bila perlu
dapat diberi obat pencahar supositoria ringan (dulcolax).
Haemorrhoid yang diderita selama
kehamilan akan menyebabkan rasa sakit pasca persalinan dan keadaan ini
memerlukan intervensi medis.
NYERI PUNGGUNG
Nyeri punggung sering dirasakan pada
trimester ketiga dan menetap setelah persalinan dan pada masa nifas.
Kejadian ini terjadi pada 25% wanita
dalam masa puerperium namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak
sebelum kehamilan.
Keluhan ini menjadi semakin hebat
bila mereka harus merawat anaknya sendiri.
KONTRASEPSI dan
STERILISASI
Masa puerperium dini adalah saat
terbaik untuk membahas mengenai kontrasepsi.
Masa infertilitas anovulatoar
hanya berlangsung selama 5 minggu pada pasien yang tidak memberikan ASI dan 8
minggu pada yang memberikan ASI secara penuh.
Tubektomi dikerjakan saat SC atau
maksimum 24 – 48 jam pasca persalinan normal.
Beberapa pasangan menghendaki agar
tubektomi dilakukan 6 – 8 minggu pasca persalinan untuk memberikan kesempatan
bagi kesehatan anak dan memahami sepenuhnya arti sterilisasi permanen bagi
keluarganya.
Kontrasepsi alamiah dimulai segera
setelah pasien mendapatkan haid. Perlindungan kontrasepsi alamiah pada pemberi
ASI sekitar 98% sampai selama 6 bulan.
Pada pasien non laktasi, pemberian
kontrasepsi oral kombinasi ( sediaan kombinasi estrogen < 35 µg dan progestin
) diberikan paling cepat 2 – 3 minggu pasca persalinan, jangan melakukan
pemberian yang terlalu dini oleh karena pasien masih dalam “hypercoagulable
state”
Pada pasien laktasi dapat diberikan
kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin (norethindrone 0.35 mg) atau
injeksi Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan agar tidak terjadi
penekanan proses laktasi.
Implan Levonorgestrel dapat diberikan setelah laktasi berlangsung dengan lancar
(segera atau 6 minggu pasca persalinan), keberatan penggunaan metode ini
adalah: perdarahan iregular, mahal dan kesulitan dalam pemasangan atau
pengeluaran.
IUD ( copper containing T Cu Ag® , Paraguard t 380A®
, Progesterone-releasing Progestasert ®,
levonorgestrel-releasing Mirena ® ) sangat efektif dalam pencegahan
kehamilan dan sebaiknya dipasang pada kunjungan post partum pertama atau segera
setelah persalinan (kejadian ekspulsi sangat tinggi)
Jenis kontrasepsi bagi ibu pada masa
laktasi
- Kontrasepsi oral jenis ‘Progestine–only’ 2 - 3 minggu pasca persalinan
- Depo Provera® 6 minggu pasca persalinan
- Implan hormon 6 minggu pasca persalinan
- Kontrasepsi oral kombinasi diberikan 6 minggu pasca persalinan dan hanya bila ASI sudah berlangsung dengan baik dan status gizi anak harus diawasi dengan baik
PEMERIKSAAN PASCA
PERSALINAN
Kunjungan pasca persalinan pertama
(4 – 6 minggu)
- Anamnesa mengenai perdarahan pervaginam.
- Tekanan darah dan berat badan.
- Darah lengkap.
- Pemeriksaan payudara:
- Pemakaian BH yang sesuai atau memadai.
- Kelainan puting dan masalah laktasi.
- Pemeriksaan vagina, kondisi hipoestrogen yang menyebabkan kekeringan epitel vagina diatasi dengan pemberian krim estrogen menjelang tidur malam.
- Inspeksi servik [ bila perlu dilakukan hapusan papaniculoau].
- Pemeriksaan luka perineum.
- Pemeriksaan bimanual pada uterus dan adneksa.
- Konsultasi mengenai: pekerjaan profesional rutin, metode kontrasepsi, dan perencanaan kesejahteraan dalam keluarga.
LAKTASI dan PEMBERIAN ASI
Selama kehamilan terjadi
perkembangan pada payudara. Estrogen menyebabkan bertambahnya ukuran dan jumlah
duktus. Progesteron menyebabkan peningkatan jumlah alveolus.
hPL merangsang perkembangan alveolar
dan diperkirakan terlibat dalam sintesa casein, lactalbumin dan lactoglobulin
dalam sel alveolus.
Proses laktasi selama kehamilan
tidak terjadi meskipun hPr meningkat selama kehamilan oleh karena kadar
estrogen yang tinggi menyebabkan adanya penguasaan terhadap “binding site”
pada alveolus sehingga aktivitas laktogenik dari hPr terhalang.
Pada akhir kehamilan, terjadi
sekresi cairan jernih kekuningan yang disebut kolustrum yang mengandung
imunoglobulin, produksi kolustrum terus meningkat pasca persalinan dan
digantikan dengan produksi ASI.
Kadar estrogen menurun dengan cepat
48 jam pasca persalinan sehingga memungkinkan berlangsungnya aktivitas hPr
terhadap sel alveolus untuk inisiasi dan mempertahankan proses laktasi.
Proses laktasi semakin meningkat
dengan isapan pada payudara secara dini dan sering oleh karena secara
reflektoar, isapan tersebut akan semakin meningkatkan kadar hPr
Emosi negatif [kecemasan ibu bila
ASI tak dapat keluar] menyebabkan penurunan sekresi prolaktin melalui proses
pelepasan prolactine-inhibiting factor (dopamin) dari hipotalamus.
Pada hari ke 2 dan ke 3 pasca
persalinan, hPr merangsang alveolus untuk menghasilkan ASI. Pada
awalnya, ASI menyebabkan distensi alveolus dan ductus kecil sehingga payudara
menjadi tegang.
Reflek Prolaktin
Reflek Ejeksi ASI
Sel mioepitelial sekitar villi yang sebagian berisi ASI
Keluarnya ASI terjadi akibat
kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar atas) yang
berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).
Reflek ejeksi ASI
Reflek ejeksi ASI diawali hisapan
oleh bayi → hipotalamus → hipofisis mengeluarkan oksitosin kedalam sirkulasi
darah ibu ( gambar atas)
Oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan kedalam alveoli dan ductuli →
ductus yang lebih besar → penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin
dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat berlanjut.
Emosi negatif dan faktor fisik dapat
mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan pasca persalinan antara lain
meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu bahwa dia mampu untuk
memberikan ASI kepada bayinya.
Pernyataan bersama antara WHO dan
UNICEF yang dipublikaskan tahun 1989 dibawah memperlihatkan dukungan apa yang
diperlukan bagi keberhasilan laktasi.
TEN
STEPS TO SUCCESFUL BREASTFEEDING
KEBUTUHAN NUTRISI SELAMA
LAKTASI
Energi laktasi perhari ± 2095 kJ,
kebutuhan energi umumnya dapat terpenuhi dari cadangan lemak ibu.
Bila terdapat kcemasan pada ibu
mengenai hal tersebut, dapat disarankan baginya untuk menambahkan asupan
nutrisi secukupnya.
MEMPERTAHANKAN PROSES
LAKTASI
Cara paling efektif dalam
mempertahankan proses laktasi adalah isapan bayi yang reguler sehingga reflek
prolaktin dan reflek ejeksi ASI dapat terus terjadi dan distensi alveolus dapat
dicegah.
Distensi alveolus menyebabkan
sekresi ASI alveolus menjadi tidak efisien dan rasa sakit pada payudara
menyebabkan ibu enggan untuk menyusui bayinya.
Dengan demikian pencegahan reflek
yang menghambat pengeluaran dopamin dari hipotalamus menghilang dan aktivitas
alveolar menjadi berkurang pula.
KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI
Keberhasilan proses laktasi
memerlukan beberapa hal :
- Terjadi sekresi ASI dalam alveolus.
- Reflek ejesi ASI efisien.
- Ibu memiliki motivasi untuk memberikan ASI.
Seperti terlihat dalam “ Ten
Steps to Succesful Breastfeeding” “ maka keberhasilan laktasi akan terjadi
bila :
- Bayi diberikan pada ibu untuk menyusui sedini mungkin dan Rooming-in.
- Bayi diperkenankan untuk menyusui sesering mungkin.
- Setelah ASI keluar, bayi mengisap ASI dengan frekuensi sesuai kebutuhannya termasuk di malam hari sekalipun.
- Bayi tidak diberi air atau glukosa tanpa persetujuan dokter atau orang tuanya
- Staf perawatan wajib membantu ibu untuk mendapatkan keberhasilan dalam proses laktasi.
TEHNIK MENYUSUI
Ibu perlu memperoleh petunjuk
bagaimana mempertemukan mulut bayi dengan puting susu agar bayi membuka mulut
dan mencari lokasi puting susu.
Posisi
ideal puting susu dalam mulut bayi
(a)
dan (b) puting susu dikulum bayi dan
(c)
puting berada tempat yang benar dalam mulut bayi
Ibu kemudian menahan payudara dengan
puting susu diantara jari telunjuk dan jari tengahnya sehingga puting menonjol
dan bayi dapat menempatkan gusinya pada areola mammae dan bukan pada puting
susu (gambar atas) . Cara ini memungkinkan bayi bernafas saat menyusu. (2
buah gambar di bawah)
Tehnik
memberikan ASi
Melepaskan
puting dari hisapan bayi
Pada gambar diatas terlihat
bagaimana cara ibu melepaskan puting dari mulut bayi tanpa menimbulkan rasa
sakit. Cara melepaskan dari isapan tersebut adalah dengan meletakkan jari
kelingking kesudut mulut bayi untuk menghentikan isapan sebelum melepaskan
mulut bayi dari puting susu.
Sebagian kecil bayi membutuhkan
tambahan cairan selain ASI pada 4 hari pertama, bila bayi terlihat mengalami
dehidrasi, dapat diberikan air dengan sendok setelah pemberian ASI. Pemberian
dengan botol susu harus dihindarkan karena proses pembelajaran bayi untuk
menyusu akan terhenti.
OBAT YANG TIDAK BOLEH
DIBERIKAN PADA IBU LAKTASI
Tabel 1 Obat yang menimbulkan efek
bermakna pada masa laktasi
Jenis Obat
|
Efek samping
|
Acebutolol
|
Hipotensi, bradikardia, takipnea
|
5-Amonosalicylic acid
|
Diarrhoea
|
Aspirin (salicylate)
|
Acidosis Metabolic
|
Atenolol
|
Sianosis, bradikardia
|
Bromocripitine
|
Supresi laktasi.
|
Clemastine
|
Drowsiness, iritabel, menolak
pemberian ASI ,menjerit, kaku kuduk
|
Ergotamine
|
Muntah, diarrhoea, kejang
|
Lithium
|
A third to half therapeutic blood
concentration in infatnts
|
Phenindione
|
Anticoagulant-increased
prothromnine and partial thromboplastine time in one infant – not used in
United States
|
Phenobarbital
|
Sedation: infantile spasmes after
ewaning from milk containing phenobarbital; methemoglobinemia (one case)
|
Primidone
|
Sedasi, masalah nutrisi
|
Sulfasalazine
|
Diarea berdarah
|
Dari : American Academy of
Pediatrics and The American College of Obstetrics and Gynecologists, 2002
MENCEGAH dan MENEKAN
LAKTASI
Cara sederhana untuk menghentikan
laktasi adalah dengan menghentikan laktasi dan menghindari rangsangan pada
puting susu.
Meskipun terasa sakit, penumpukan
air susu dalam sistem saluran akan dapat menekan produksi ASI dan terjadi
reabsorbsi pada ASI.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat
diberikan analgesik.
Penekanan produksi ASI secara medis
dengan estrogen atau bromokriptin tidak dianjurkan.
MASALAH PSIKOLOGI PADA
MASA NIFAS
Keberadaan bayi tidak jarang justru
menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan.
Ibu merasa bertanggung jawab untuk
merawat bayi, melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan
sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban tersebut.
Banyak wanita pasca persalinan
menjadi sedih dan emosional secara temporer antara hari 3 – 5 (third day
blues) dan kira-kira 10% diantaranya akan mengalami depresi hebat.
“Third Day Blues”
Etiologi tak jelas, diperkirakan
karena gangguan keseimbangan hormonal, reaksi eksitasi akibat persalinan dan
perasaan tak mampu untuk menjadi seorang ibu.
“Third days blues” dapat berupa :
- Lanjutan rasa cemas saat kehamilan dan proses persalinan
- Rasa tak nyaman pada masa nifas dan tak mampu menjadi orangtua.
- Ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan berguna
- Rasa lelah pasca persalinan dan kurang tidur /istirahat
- Penurunan gairah seksual atau tidak lagi menarik seperti waktu masih gadis
- Labilitas emosional.
- Depresi berat sampai beberapa minggu-bulan.
Penatalaksanaan : terapi medis,
diskusi dengan paramedis, penjelaskan mengenai apa yang terjadi dan bila pasien
menghendaki maka kunjungan keluarga dibatasi.
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
rooming-in dapat mengurangi kejadian “third days blues”
Seksualitas Pasca
Persalinan
- Setelah persalinan, waktu serta perhatian ibu banyak tersita untuk mengurus bayinya.
- Bila terdapat cedera perineum akibat persalinan, maka vagina dan perineum akan mengalami ketegangan selama beberapa minggu.
- Gairah seksual seringkali mengalami penurunan.
- Pada beberapa ibu yang memberikan ASI dapat terjadi penurunan libido dan menderita kekeringan pada vagina.
- Hubungan seksual bukan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kenikmatan seksual dan wanita tersebut masih dapat menerima rangsangan seksual dalam bentuk sentuhan atau rangsangan lain yang tak jarang berlanjut dengan hubungan seksual intercourse dan dapat menyebabkan terjadinya orgasmus pada wanita.
- Konsultasi dan advis dari dokter kadang diperlukan bila terdapat penurunan gairah seksual pasca persalinan yang terlalu berat.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar